Lompat ke isi utama
ilustrasi animasi tentang data pemilih difabel

Jumlah Pemilih Difabel Tak Dituangkan, Bagaimana Perwujudan Aksesibilitas Pemilu 2024

Solider.id, Yogyakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menetapkan daftar pemilih sementara (DPS) Pemilu 2024. Melalui rapat pleno di kantor KPU, Kamis (18/4), jumlah DPS mencapai 205.853.518 orang. Naik sekitar 13 juta jika dibandingkan Pemilu 2019.

 

Jumlah pemilih tersebut menyebar di 823.287 tempat pemungutan suara (TPS) se-Indonesia. Dengan rincian, pemilih laki-laki sebanyak 102.847.040 jiwa dan pemilih perempuan 103.006.478 jiwa. Artinya, lebih banyak jumlah pemilih perempuan.

 

Sangat disayangkan, KPU RI tidak menuangkan data jumlah pemilih difabel pada Pemilu 2024 mendatang. Alih-alih merinci persebarannya. Sedangkan, keberadaan data dan identifikasi pemilih difabel, adalah dasar bagi penyelenggara pemilu melakukan pemenuhan hak bagi para pemilih difabel. Sebuah catatan kritis bagi KPU melakukan pembenahan data pemilih.

 

Seorang sumber yang tidak berkenan disebutkan namanya, menyoroti data yang diplenokan KPU RI di atas. Sebuah ironi, kata dia. Jika gembar-gembor Pemilu 2024 inklusif dan aksesibel berhenti hanya sebagai wacana. 

 

Lanjutnya, KPU RI, kini sedang memposisikan diri sebagai orang tua yang merayu anaknya, agar berhenti merengek minta dibelikan permen. Pemilih difabel dipandang sebagai anak-anak yang merengek itu. Dalam hal ini, minta dipenuhi aksesibilitasnya dalam pemilu.

 

Lalu, sebuah jawaban menenangkan, jargon pemanis, meluncur dari penyelenggara pemilu itu. Sebuah jurus manis menekan gejolak dan tuntutan. Dengan wacana usang, sebagai penyelenggara pemilu, KPU akan mewujudkan Pemilu  Inklusif dan Aksesibel pada 2024 mendatang.

 

Baca Juga: KPU Janjikan Seluruh TPS Kota Yogyakarta Aksesibel pada Pemilu 2024

 

Peluang perbaikan

Menanggapi pernyataan Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari, yang mengatakan bahwa DPS itu masih bersifat sementara. Jika ada keberatan yang dapat dibuktikan, perubahan bisa dilakukan. Artinya, ada peluang untuk melakukan usulan perbaikan data. Masih ada setitik harapan, asa itu masih ada. Sebelum data pemilih final akan ditetapkan dalam data daftar pemilih tetap (DPT), pada 21 Juni mendatang. Sebelum tahap tersebut, masih ada sejumlah tahapan yang harus dilalui. Di antaranya, timeline DPS perbaikan. termasuk menghapus data ganda.

 

Menurut seorang anggota KPU RI, Betty Epsilon Idroos, DPS masih jauh dari sempurna. Karena itu, pihaknya akan melakukan sinkronisasi jika terdapat updating data. Selama masa perbaikan, KPU juga membuka kembali kanal aduan. Masyarakat bisa melapor jika mendapati data salah atau ada keluarga yang belum masuk sebagai pemilih.

 

Baca Juga: Pemilih Tuli, Mereka Tertinggal dari Percaturan Politik Pemilu

 

Catatan KPU provinsi

Sejumlah catatan disampaikan oleh Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja. Bahwa, ketiadaan data pemilih difabel, dikarenakan dalam data rekapitulasi tingkat provinsi, KPU provinsi tidak menuangkan data pemilih disabilitas. Kasus itu terjadi di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Untuk itu, ditekankannya agar KPU provinsi menuangkan data pemilih difabel dalam berita acara sebagai rujukan validasi.

 

Catatan lainnya, sebagian besar daerah tidak mencantumkan data tentang rekapitulasi DPS di lokasi khusus. Hal itu berpotensi menimbulkan kasus data pemilih ganda. Yakni, pemilih yang bersangkutan tercatat di TPS lokasi khusus dan TPS domisili.

 

Bagja juga mengungkapkan, banyak jajaran pengawas di daerah yang belum menerima salinan DPS di wilayah masing-masing. Padahal, data itu menjadi bahan pengawasan. Untuk itu, KPU RI perlu memastikan KPU provinsi, KPU kabupaten/kota memberikan salinan DPS per tingkatan.

 

Menanggapi hal tersebut, Komisioner Bawaslu Kota Yogyakarta Harsya Aryo Samodro kepada Solider.id menyampaikan beberapa hal. Berdasar data yang dimiliki Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Yogyakarta, terdapat 2000 lebih data pemilih difabel. Data tersebut merupakan data yang dipilah ulang dari jumlah tiga ribuan data, karena belum cukup umur, serta ada yang sudah meninggal. Data telah disisir ulang, dari tiga ribuan jumlah warga difabel Kota Yogyakarta,” ujarnya, pada Sabtu (20/5/2023).

 

Data dan proyeksi

Demikian pula dengan Dewan Pengurus SIGAB Indonesia, Joni Yulianto pun memberikan catatannya. Data, kata dia, adalah salah satu tolok ukur keseriusan dan niat bersama untuk memajukan pemenuhan hak politik. Memang sudah selayaknya, semua beranjak dari norma ke implementasi, dan ini salah satunya dimulai dengan data,” tegasnya.

 

Tidak munculnya data pemilih difabel di publik menimbulkan tanda tanya. Bagaimana penyelenggara Pemilu hendak mengakomodasi kebutuhan difabel? Jika proyeksi data saja tidak ada, bagaimana kita bisa memproyeksikan kebutuhan yang harus dipenuhi. Apakah soal persebaran TPS akses, template aksesibel, dan seterusnya. Keberadaan data, menurut Joni, juga berkaitan dengan upaya penjangkauan dan pendidikan pemilih difabel.

“Hingga saat ini, hal keberadaan data kerap dilupakan. Rasanya ini waktu mengingatkan mereka (penyelenggara pemilu). Karena memang inklusif dan aksesibel ini sering lebih banyak menjadi jargon semata,” tegas Joni yang juga sebagai Presidium FORMASI disabilitas itu.[]

 

Reporter: Harta Nining Wijaya

Editor     : Ajiwan Arief

 

 

The subscriber's email address.