Lompat ke isi utama
ilustrasi stunting

Stunting dan Gaya Kontradiktif Pemerintah Menekan Laju Pertambahannya

Solider.id, Yogyakarta -STUNTING. Adalah gangguan tumbuh kembang anak sebagai akibat kondisi kurang gizi yang berlangsung dalam waktu lama. Melansir Buletin Stunting yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI, stunting adalah kondisi ketika anak mengalami gangguan pertumbuhan. Sehingga menyebabkan tubuhnya lebih pendek dibandingkan dengan teman-teman seusianya. Tak hanya berakibat pada pertumbuhan fisik yang terganggu, kondisi stunting juga akan berdampak pada pertumbuhan mental dan intelektual anak.

 

Selain tubuh berperawakan pendek dari anak seusianya, terdapat ciri-ciri lainnya. Di antaranya: (1) pertumbuhan melambat, (2) wajah tampak lebih muda dari anak seusianya, (3) pertumbuhan gigi terlambat, (4) performa buruk pada kemampuan fokus dan memori belajarnya, (5) pada usia 8—10 tahun, anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan kontak mata terhadap orang di sekitarnya, (6) berat badan balita tidak naik bahkan cenderung menurun, (7) perkembangan tubuh anak terhambat, seperti telat menarche (menstruasi pertama anak perempuan), serta (8) anak mudah terserang berbagai penyakit infeksi

 

Tim Conversation Indonesia (TCID) melalui nawala newsleter yang dikirim melalui email pribadi, pada Sabtu (13/5), menyoroti stunting dan gaya kontradiksi pemerintah, dalam penekanan laju pertambahan jumlah stunting. Tak bisa dipungkiri juga, bahwa sekitar 20% kejadian stunting sudah terjadi saat bayi masih berada di dalam kandungan. Hal ini disebabkan oleh asupan ibu selama hamil yang kurang bergizi dan berkualitas sehingga nutrisi yang diterima janin cenderung sedikit.

 

Catatan WHO, satu di antara empat bayi di ndonesia mengalami masalah serius stunting, yang sebenarnya bisa dicegah. Untuk mencegah stunting, Kementerian Kesehatan baru-baru ini mengeluarkan kampanye #CegahStuntingItuPenting, dengan lima langkah utama. Dua di antaranya adalah mencukupi konsumsi protein hewani bagi anak usia 6 bulan ke atas dan pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif.

 

Namun, agresivitas pemasaran susu formula (sufor) dapat mengancam keberhasilan kedua langkah di atas. Mengingat Indonesia adalah salah satu negara dengan pertumbuhan penjualan sufor tercepat di dunia. Demikian informasi sekaligus catatan TCID.

 

Data terbaru mengamini bahwa sufor kerap dikonsumsi oleh anak berusia di bawah tiga tahun (batita). Survei Badan Kependudukan dan keluarga Berencana (BKKBN) di kalangan anak usia 6–23 bulan yang sudah tidak mengkonsumsi ASI, menunjukkan 72,9% di antaranya mengkonsumsi susu formula.

 

Meski sufor adalah susu yang diformulasikan secara khusus dan diberikan dengan indikasi tertentu, kandungan sufor tidak bisa mengalahkan ASI, terutama untuk mendukung kekebalan tubuh anak. Jika pemerintah tidak membatasi ketat pemasaran susu formula, target penurunan stunting dari 21,6% pada 2022 ke 14% tahun depan akan sulit dicapai.

 

Minim edukasi, informasi

 

Anak dengan kekebalan tubuh yang kurang optimal rentan sakit, sehingga mayoritas zat gizi yang dikonsumsi digunakan untuk melawan penyakit, bukan untuk tumbuh. Karena itulah, ASI eksklusif akan selalu menjadi salah satu langkah terbaik untuk mencegah stunting.

 

Namun demikian, penggunaan sufor pada periode anak di bawah tiga tahun (12–36 bulan) yang dapat berdampak pada pemberian makanan bayi dan anak (PMBA) kerap luput diperhatikan.

 

Sufor kadang menjadi alternatif ketika batita tidak mau makan. Sementara, periode ini penting untuk membuat www.frontiersin.org/articles/10.3389/fpsyg.2017.01046/full">https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fpsyg.2017.01046/full">anak terbiasa dengan makanan tertentu (familiarization) dari segi rasa, tekstur, dan tampilan. Berdasar Badan Standar Makanan Inggris (UK FSA), 71 persen dari sufor batita tergolong tinggi gula. Rata-rata kadar gula pada sufor batita mencapai 7,2 gram per 100 ml, setara dengan kadar gula pada minuman pemanis.

 

Kondisi tersebut berisiko membangun https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25183757/">preferensi anak terhadap rasa manis pada periode sensitif di awal kehidupan. Ironisnya, hal ini tak dipahami orangtua, sebagai akibat minimnya edukasi dan informasi terkait kandungan sufor. Karenanya, orangtua bergantung pada makanan dan minuman berpemanis, sebagai pilihan yang lebih disukai anak.

 

Berdasar penilitian yang dilakukan di Bandung, semakin sering dan semakin dini anak mengkonsumsi kudapan, termasuk https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1950">minuman berpemanis, berhubungan dengan kejadian stunting yang lebih tinggi.

 

Makanan atau minuman manis pada masa balita ini, tidak dapat menggantikan makanan padat gizi yang dibutuhkan untuk mencegah stunting, terutama pada periode rentan usia 6 bulan–2 tahun. Usia ini merupakan saat  prevalensi stunting meningkat pesat, akibat pola makan anak tidak bisa mengimbangi kebutuhan zat gizi untuk tumbuh.

 

Pertumbuhan penjualan sufor

 

Berdasarkan data penjualan sufor pada 2005–2019, https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/mcn.13097">Indonesia adalah salah satu negara dengan pertumbuhan penjualan sufor terpesat, terutama pada kategori batita.

 

Sebuah data riset menunjukkan penjualan sufor pada 2011 mencapai Rp 12,3 triliun dan meningkat hingga https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/mcn.13186">Rp 24 triliun pada 2016, serta diprediksi naik 23% pada 2021. Data www.kompas.id/baca/investigasi/2022/09/26/belanja-susu-formula-pertahun…">https://www.kompas.id/baca/investigasi/2022/09/26/belanja-susu-formula-…">terbaru menunjukkan proporsi belanja susu formula oleh keluarga di Indonesia dapat mencapai hampir 13% dari upah per bulan.

Penjualan sufor, khususnya pada periode batita, telah menjadi sumber pendapatan bagi produsen sufor. Jika tidak diawasi secara serius, maka target untuk mendukung gizi anak yang optimal akan terhambat.

Data terbaru menunjukkan www.kompas.id/baca/investigasi/2022/09/26/belanja-susu-formula-pertahun…">https://www.kompas.id/baca/investigasi/2022/09/26/belanja-susu-formula-…">empat dari lima provinsi dengan pembelian sufor tertinggi adalah provinsi dengan prevalensi stunting di atas 30%. Ini mengindikasikan bahwa konsumsi sufor memiliki dampak yang sangat besar terhadap kesehatan masyarakat.

 

Karena itu, untuk mengejar target stunting sebesar 14% pada 2024, pemerintah harus serius mencari celah pencegahan stunting yang belum tergarap maksimal, salah satunya adalah pemasaran sufor.

 

Pelanggaran

Laporan www.who.int/publications/i/item/9789240048799">https://www.who.int/publications/i/item/9789240048799">Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa Indonesia masih belum secara signifikan mengintegrasikan www.who.int/publications/i/item/9241541601">https://www.who.int/publications/i/item/9241541601">The International Code of Marketing of Breast-Milk Substitutes (The Code) atau kode etik pemasaran sufor ke dalam peraturan nasional.

 

https://aimi-asi.org/storage/app/media/pustaka/Dasar-Dasar%20Hukum/Perm…">Regulasi di Indonesia saat ini baru mencapai skor maksimal pada satu aspek, yaitu aturan mengenai promosi di fasilitas kesehatan, dari total tujuh aspek implementasi The Code.

 

Terdapat beberapa bagian The Code yang belum tercakup secara maksimal dalam regulasi Indonesia, terutama pada aspek materi informasi, promosi publik, keterlibatan sistem dan tenaga kesehatan, dan pelabelan. Seperti, belum ada kewajiban bagi produsen untuk menyampaikan bahaya kesehatan dari pemberian sufor yang tidak tepat, serta dampak sosial dan finansial penggunaan sufor; belum ada larangan alat promosi sufor di tingkat pengecer; serta belum adanya kewajiban pengawasan aturan yang mandiri, transparan, dan bebas dari pengaruh komersial. Demikian pula, belum ada pula aturan klaim gizi dan kesehatan khusus sufor batita.

 

Pelanggaran The Code terkait iklan yang memasarkan sufor di media sosial dan media massa kerap www.aliveandthrive.org/sites/default/files/media_scan_country_report_in…">https://www.aliveandthrive.org/sites/default/files/media_scan_country_r…">ditemukan terutama pada sufor batita. Selain pemasaran, media sosial juga digunakan oleh produsen sufor untuk www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9066994/">https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9066994/">mendata calon konsumen maupun untuk berkontak langsung dengan ibu yang berhasil meningkatkan jumlah konsumen sufor.

Di antara para ibu yang pernah berbicara dengan tenaga kesehatan (nakes) mengenai sufor, https://accesstonutrition.org/app/uploads/2020/02/BMS_Westat-Indonesia_…">83% di antara nakes tersebut menyarankan merek sufor tertentu. Hal ini juga menjadi catatan untuk meningkatkan kesadaran di antara nakes mengenai The Code; studi menunjukkan www.cambridge.org/core/journals/public-health-nutrition/article/violati…">https://www.cambridge.org/core/journals/public-health-nutrition/article…">hanya 45% dari nakes yang memiliki kesadaran akan The Code.

 

Dengan demikian, edukasi mengenai ASI eksklusif dan Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) tetap menjadi garda terdepan untuk mencegah stunting. Namun berbagai pelanggaran pemasaran sufor ini menunjukkan perlunya kombinasi dengan tindak tegas dari pemerintah untuk mengawasi pemasaran sufor demi zero stunting di Indonesia [].

 

Reporter: Harta Nining Wijaya

Editor     : Ajiwan Arief

 

The subscriber's email address.