Lompat ke isi utama
dua anak dengan down syndrome

NLR Diseminasi Penelitian Anak dengan Down Syndrome

Solider.id, Tangerang - NLR melakukan penelitian tarkait Anak Down Syndrome (ADS) di empat kabupaten yang terdiri dari Boyolali, Sragen, Karanganyar dan Timor Tengah Utara. Hasil penelitian dipublikasikan dengan  diseminasi  yang disampaikan oleh peneliti Dominggus Elcid pada seminar yang diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Down Syndrome sedunia belum lama ini.

 

Beberapa temuan dalam penelitian tersebut diantaranya, usia deteksi dini anak dengan Down Syndrome tampak menonjol pada ADS di Kabupaten Karanganyar (100% < 1 tahun) dan yang paling lama di Kabupaten Timor Tengah Utara (43% > 5 tahun). 

Sebanyak 18% anak yang diintervensi di Kabupaten Karanganyar adalah anak dengan usia 1-6 tahun, dan angka tertinggi terdapat di Kabupaten Boyolali sebanyak 27%. 

 

Dengan semakin mudanya ADS yang didampingi, orangtua mempunyai kesempatan untuk mempersiapkan ADS.

 

Baca Juga: With Us Not For Us Tema Peringatan Hari Down Syndrome Dunia 2023

Temuan kedua terkait Identifikasi ADS, ada pada Kesenjangan, fasilitas kesehatan, dan akses Kesehatan.  Sebagian besar  orangtua ADS mengetahui kondisi anak dari dokter. Namun hal itu tidak ditemui di Timor Tengah Utara karena banyak ADS yang tidak melalui deteksi dari tenaga kesehatan maupun pendidikan (57%). Ketika dilakukan probing ternyata masih ada yang melakukan diagnosa sendiri, melalui dukun kampung dan kemudian baru ditemukan oleh Yayasan Ibu Afrida selaku mitra NLR setempat. 

 

Dua kabupaten yang aksesnya dekat dengan kota Solo (Jawa Tengah) yakni Karanganyar (82%) dan Boyolali (73%) mempunyai akses yang lebih baik terhadap dokter umum, dokter kandungan dan dokter spesialis anak, dibandingkan dengan ADS di Kabupaten Sragen (36%). Kabupaten TTU menempati posisi terendah terhadap akses kepada dokter (14%).

 

Berbagai temuan tersebut, memunculkan temuan dan rekomendasi seperti: Berbagai model pemberdayaan berbagai kelompok orangtua ditemukan oleh komunitas dan mitra NLR setempat. Sementara itu, masih ditemui keluarga ADS yang berpenghasilan 100 ribu per bulan. Pembentukan kelompok orangtua merupakan mekanisme untuk keluar dari stigma, dan saling membantu merupakan kunci untuk bangun dan berdaya bersama-sama. 

 

Baca Juga: Lili Musyafa’ah : Ketahui Lebih Dalam Cara Mendidik Anak Down Syndrome

 

Adapun rekomendasi yang diberikan adalah : Dalam komunitas orangtua, para keluarga ADS bisa saling melengkapi kebutuhan bersama dalam kelompok. Dukungan dana publik (dana desa, BLT, PKH atau lainnya) yang sifatnya terbatas, telah dikombinasikan dengan upaya kemandirian kelompok.

 

Sementara itu, program ADS masih sangat dibutuhkan, dan perlu menargetkan perubahan kebijakan. Hingga saat ini penanganan sektor publik terhadap kebutuhan anak dengan Down Syndrome, sifatnya masih sangat terbatas. Perlu upaya bersama pemerintah, kelompok profesional dan komunitas orangtua untuk melakukan perubahan dalam hal kebijakan publik. 

 

Sebagai pilot project, seluruh program yang berbeda penekanan, berbeda penekanannya pada lokalitas masing-masing, sangat perlu didokumentasikan. 

 

Pendekatan pemberdayaan komunitas masyarakat perlu dikombinasikan dengan berbagai program welfare state dalam bidang pendidikan dan kesehatan untuk anak disabilitas. Semakin cepat ADS dideteksi, dan mendapatkan penanganan yang memadai disabilitasnya tidak menjadi permanen.

 

Dalam seminar yang diselenggarakan secara daring dan luring itu juga diputar video praktik baik, profil ADS yang mandiri karena adanya banyak dukungan dari keluarga, puskesmas, layanan kesehatan lainnya dan komunitas.[]

 

Reporter: Puji Astuti

Editor     : Ajiwan Arief

The subscriber's email address.