Lompat ke isi utama
kaka balung sedang mengalungi gitar elektrik milik deep purple

Jaka Balung, Seniman Difabel Nyanyi Indonesia Raya di Konser Deep Purple

Solider.id, Tangerang- Ada suasana berbeda ketika Rajawali Indonesia menyelenggarakan konser musisi legenda dunia Deep Purple di Edutorium UMS (Universitas Muhammadiyah Surakarta), Jumat (10/3) lalu. Selain menghadirkan Rhoma Irama dan Ahmad Albar, duo musisi gaek Indonesia yang juga legendaris, konser musik yang dihadiri oleh Presiden Jokowi dan istri tersebut juga menampilkan Joko Murtanto, alias Jaka Balung atau lebih beken dengan nama akun di media sosial, @jaka_balloeng.

 

Usai konser, Jaka Balung menuliskan pengalamannya di status media sosial, bahwa momen menyanyikan lagu Indonesia Raya di hadapan 10 ribu penonton adalah pengalaman yang luar biasa baginya.

 

Jaka Balung selama ini gigih menolak keterbatasan dalam berkarya. Selain aktif di radio komunitas dan vokalis kelompok musik di Rumah Blogger Indonesia (RBI) ia yang pernah bekerja sebagai pengawas satpam di sebuah perusahaan mebel ekspor juga bergelut di dunia lukis. Secara profesional ia melukis dengan media MS Word dan dari situlah ia menopang kehidupan ekonomi keluarganya. Ia juga pernah menjadi ilustrator buku dan memimpin proyek penulisan buku oleh Kemendikbud. 

 

 

Memang Bisa Kok Difabel Pimpin Nyanyi Indonesia Raya, Kenapa Diketawain?  

Solider.id tertarik saat membaca frase dalam postingan di IG-nya, bagaimana dalam momen beberapa detik, Jaka Balung sempat merasa  grogi ketika sebagian audiens menertawakan dirinya. Namun perasaan itu langsung dihalaunya dan dia menyanyikan lagu Indonesia dengan lancar. Pada sebuah kesempatan, lewat WhatsApp, Solider.id mencoba mengorek pengalamannya usai konser. Gayung pun bersambut, pertanyaan-pertanyaanpun dijawabnya dengan kalimat panjang dan menyiratkan kebahagiaan.

 

Tanya :  Jadi bagaimana kejadiannya, soal sempat grogi sebelum menyanyikan lagu Indonesia Raya?

 

Jawab : Sebenarnya awalnya itu mereka tertawa adalah ada jeda sebelum minus one dari lagu Indonesia Raya itu diputar, itu kan saya hanya nampak bengong dalam artian saya menunggu minus one, sedangkan tirai sudah terlanjur dibuka.  Orang pasti akan kaget "loh ini kenapa ada difabel di depan, di atas panggung, mau ngapain gitu loh" padahal itu even besar. Itu yang menyebabkan mereka ketawa entah mereka menertawakan karena kebingungan saya, atau menertawakan tidak terbiasa melihat difabel lalu menjadi bahan tertawaan atau itu saya nggak tahu itu yang sebenarnya sedikit agak mengganggu saya.  Jadi menyebabkan saya agak grogi, agak risih dengan mereka tertawa itu.

 

Tanya : Gimana sih ceritanya sampai yang dipilih untuk memimpin menyanyikan lagu Indonesia Raya itu kamu dan bukan yang lain?

 

Jawab : Proses kenapa tiba-tiba saya diajak oleh Pakde Blontang (jurnalis senior-red) itu juga mendadak sekali karena sebagai pengasuh di Rumah Blogger Indonesia (RBI) ia pengin setiap ada kesempatan yang bisa diakses oleh teman-teman difabel,  selalu memberikan kesempatan  tersebut , "Ayo mumpung ada kesempatan lakukan dan maju." Makanya kenapa saya sebutkan bahwa orang-orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri cenderung lebih siap menghadapi keberbedaan atau mungkin juga  SDM orang yang cenderung wawasannya luas mereka juga akan berbeda dalam perlakukan isu difabilitas.

 

Tanya :  Tentu menyenangkan ya di dalam lingkaran teman-teman yang sama-sama memperjuangkan agar isu  difabel inklusif dan dapat diterima di semua khalayak.

 

Jawab : Saya dengan Pak Blontang dan teman-teman lain itu pola pertemanannya bukan pola pertemanan yang biasa justru bagaimana pertemanan itu membangun kesadaran yang natural.  Jadi malam-malam itu saya dapat telepon sekitar jam 01.00 malam.  Saya ingat waktu itu saya sakit masuk angin. Saya disuruh mengirimkan sampel menyanyikan lagu Indonesia Raya padahal saat itu ada anak-anak KKN dari UNS yang ber-basecamp di rumah saya. Jadi jam 1 dini hari itu saya menyanyikan lagu Indonesia Raya dan saya rekam.  Jadi anak-anak UNS yang sedang di luar mendengar saya lagi menyanyikan lagu Indonesia Raya. Mereka juga tertawa.  Tertawanya bukan karena kenapa-kenapa tapi tertawanya karena dikiranya saya sedang mengigau. Saya tahunya pagi-pagi mereka mau sarapan, saya tanya semalam tahu ada Pak Joko nyanyi lagu Indonesia Raya nggak. Mereka menjawab. "Tahu, Pak, saya kan tahunya bapak sakit, maka saya kira bapak sedang mengigau upacara bendera."

 

Tanya :  bagaimana persiapannya hingga hari yang sudah ditentukan?

 

Jawab : Paling hanya seminggu. Dan saya memposting pengalaman saya di Instagram  itu atas permintaan Pak Bontang juga karena menurut beliau itu adalah isu yang menarik yang bisa menjadi pembelajaran bagaimana perlakuan orang di Indonesia melihat sebuah isu difabel responnya akan berbeda dengan orang-orang yang itu tadi sudah selesai pola pikirnya. Dan kebetulan saat itu setelah mendapat respon tertawa itu kan saya agak merasa risih tapi kan rasa risih saya lebih kecil dibanding rasa kebanggaan saya yang luar biasa besar karena menyanyikan lagu Indonesia Raya di depan 10 ribuan penonton itu kan nggak semua orang punya kesempatan itu yang sebenarnya bisa sedikit mengalihkan kerisihan saya pada insiden tertawa itu.

 

Tanya : Nah, bagaimana perlakuan para personil band kesohor itu terhadap kamu?

 

Jawab : Nah, kebetulan juga di atas panggung saya ketemu dengan kru mekanik gitarnya Deep Purple yang saat itu sebenarnya mereka juga termasuk orang yang punya standar khusus dalam mengatur jalannya pertunjukan termasuk mereka membuat batas mana yang boleh dilewati dan mana yang tidak boleh dilewati. Nah, saat itu saya didorong agak mendekat oleh Crew on The Stage pas dibatas yang nggak boleh dilewati. Tapi ternyata responnya dari kru  Deep  Purple bernama Tommy, saya justru didorong mendekati bibir panggung dan bisa melihat pertunjukannya yang sangat spektakuler itu. Bahkan dia mengapresiasi ketika ada gitarisnya Deep Purple main dengan gitarnya. saya dikalungi gitar itu dan difoto sebagai bentuk apresiasi seolah saya  gitarisnya.

 

 

Jadi disini saya ingin menunjukkan bahwa di dua momen itu Saya melihat sebuah perbedaan perlakuan terhadap cara pandang orang kepada difabel. Kemudian dua momen itu menjadi perdebatan lalu terjadi  diskusi yang menarik juga antara saya dan teman-teman RBI kemudian dengan Pak Blontang bahwa disitu bisa digarisbawahi memang cara memperlakukan orang yang berbeda di sini (Indonesia-red) dengan di negara yang memang sudah maju itu  berbeda.

 

Tanya :  Wah, menark ini. Apakah diskusi berlanjut?

 

Jawab : Kemudian yang menariknya adalah ketika saya lontarkan pertanyaan apakah mereka dulu juga mengalami masa-masa memperlakukan orang yang berbeda itu seperti yang orang-orang kita memperlakukan difabel itu. Pertanyaan pancingan saya kepada teman-teman saya lontarkan.  Ada yang menjawab bahwa ada di setiap masa itu,  masa atau  zaman kegelapan termasuk masa memperlakukan orang yang berbeda. Pengalaman itu seperti yang persis terjadi di Indonesia hanya saja kemudian SDM dengan cara pola berpikirnya itu berdampak pada perbaikan pola pikir,  mereka melihat sesuatu yang berbeda.

 

 

Di akhir wawancara saya,  Jaka Balung yang pada kesempatan beberapa waktu lalu oleh Blontang Poer juga diperkenalkan dengan tokoh publik Maman Suherman dalam mengembangkan literasi. Saat ini Jaka Balung tengah membangun dan mengembangkan pendidikan dengan dan secara swadaya mendirikan yayasan pendidikan untuk anak-anak PAUD di daerah pinggiran Waduk Kedungombo yang terletak di Desa Gunungsono, Miri, Kabupaten Sragen.[]

 

Reporter: Puji Astuti

Editor     : Ajiwan Arief

 

 

The subscriber's email address.