Lompat ke isi utama
organisasi difabel sedang berkumpu dan beraktivitas

Organisasi Difabel Indonesia Harus Berdaya Penuhi Hak Demi Setara

Solider.id, Tangerang - Syamsudin dari Sigab Indonsia menyatakan bahwa mayoritas difabel dari semua kelompok umur di Indonesia belum secara proporsional menikmati Hak Asasi Manusia (HAM). Meskipun sejumlah regulasi terkait difabel telah diterbitkan, namun terdapat kesenjangan yang besar dalam pemenuhan hak-hak difabel.

 

Faktor kesenjangan tersebut meliputi: Sebagian kantor-kantor publik termasuk instansi pemerintah dan swasta belum memiliki kesadaran yang baik terkait hak-hak difabel.  Sudah ada kebijakan berfokus difabel di nasional tetapi belum sinkron di daerah. Tingginya stigma yang dialami oleh para difabel, terutama perempuan, anak-anak dan beberapa kelompok difabilitas tertentu yaitu kelompok difabel dengan gangguan psikososial. Situasi tersebut membuat tidak banyak difabel yang menjadi pembela HAM militan untuk mengadvokasi pemenuhan hak-hak difabel terutama yang tinggal jauh dari ibu kota.

 

Dalam paparan terkait program peningkatan kapasitas DPO oleh Sigab didukung CBM akhir Februari lalu, Syamsudin memaparkan tujuan program adalah pemberdayaan organisasi difabel di Indonesia dalam mendorong pemerintah daerah dan nasional untuk mengimplementasikan pemenuhan hak-hak difabel. Sedangkan tujuan khusus adalah memperkuat kapasitas, suara, jaringan, dan keberlanjutan DPO, organisasi, pemimpin dan jaringan organisasi difabel sebagai pembela hak-hak difabel untuk mengadvokasi dan memantau implementasi UNCRPD dan UU No.8/2016.

 

Baca Juga: Menghimpun Semangat Optimalisasi OPD Indonesia

 

Adapun 16 organisasi difabel yang terpilih yang seleksinya dilakukan pada Maret - Mei 2023 di 8 wilayah yaitu  Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, Sulawesi, NTB, NTT, dan Maluku.

 

Melalui program tersebut, berbagai kegiatan telah dirancang seperti mengunggah materi pembelajaran/modul pengembangan organisasi, advokasi, pemenuhan hak-hak difabel di website SIGAB, Kelas webinar sebanyak 18 serial untuk peningkatan kapasitas organisasi, advokasi dan pemantauan pemenuhan hak-hak difabel untuk DPO lintas Indonesia yang lebih luas. Webinar perdana telah terlaksana pada 27 Februari 2023.

Penilaian kapasitas DPO-DPO calon mitra program hingga terpilih, final 16 DPO mitra. Kegiatan ini sedang dilakukan pada rentang waktu Maret hingga Mei 2023. Program ini juga melakukan pengemangan lima kurikulum, modul dan materi pelatihan serta melakukan training peningkatan kapasitas organisasi untuk 16 DPO.

 

 

Sementara itu, fasilitasi dan pendampingan pengembangan Standar Operasional Prosedur (SOP) organisasi DPO juga akan dilakukan agar organisasi difabel dampingan di Indonesia makin berdaya. Agar organisasi setempat dapat juga melakukan pendampingan dan pengawalan terhadap pemenuhan hak difabel, pengembangan panduan dan modul advokasi yang sensitif gender/GEDSI untuk hak-hak difabel tak luput dari kegiatan program ini. Sebagai bentuk konkret, pelaksanan pelatihan advokasi untuk 72 pembela hak-hqk difabel dari 16 DPO juga jadi bagian penting dalam program tersebut.

 

 

Selain berbagai kegiatan tersebut, terdapat berbagai kegiatan lain yang meliputi Lokakarya pengembangan rencana advokasi untuk 16 DPO, dukungan dan fasilitas agenda advokasi wilayah/regional untuk 16 DPO, Review : tinjauan/penyesuaian dan adaptasi indikator hak-hak difabilitas.

 Pelatihan pemantauan pemenuhan hak-hak difabel bagi 32 pembela hak-hak difabel dan 16 DPO. Fasilitasi dan dukungan untuk memantau pemenuhan hak-hak difabel bagi 16 DPO. Dukungan analisis dan persiapan laporan pemantauan. Diseminasi dan berbagi hasil pemantauan 16 DPO di tingkat wilayah/regional dan nasional. Temu Inklusi #5 tahun 2023.

 

Saatnya DPO Menjawab Tantangan dan Menjemput Kesempatan

M. Joni Yulianto, dewan pembina Sigab dan dewan pengarah Formasi Disabilitas yang menjadi narasumber webinar peningkatan kapasitas DPO oleh Sigab Indonesia didukung CBM

menyatakan waktu awal bergelut isu difabel, isu ini belum kentara. Tetapi sekarang dengan jargon inklusi kemudian semakin menarik dengan berbagai pergulatan.

Menurutnya organisasi difabel sudah seharusnya jadi aktor utama untuk mendorong Indonesia lebih inklusif.

 

Selama ini monitoring yang dilakukan oleh pemerintah berbasis kegiatan apa yang sudah dilakukan oleh pemda. Tidak berdasar outcame atau pencapaian. Kalau tidak ada partisipasi difabel maka uang/anggaran akan  terbakar. Kalau alokasi anggaran yang sudah ada betul-betul tepat sasaran dan sesuai serta supaya benar-benar dirasakan, harus ada peran organisasi difabel.

 

Menurut Joni, tantangan dalam advokasi kebijakan difabel saat ini adalah jumlah difabel. WHO  mencatat 15 % , data survey 10 %,  belum lagi data riil. Ketika bicara tantangan juga adalah kolektivitas. Karena jumlah dan kolektivitas adalah kunci.

 

Ia telah mengobservasi organisasi difabel di berbagai daerah, yang kemudian organisasi difabel yang terbangun ini  bukan secara struktural tetapi organik. Ada Garamin, ada Perdik, ada Sehati. Mengapa? Sebab  pemahamam bersama dan cita-cita organisasi menjadi perekat. Sebalikya organisasi  berplatforn besar, mengajak orang untuk bergabung motivasinya hanya orang ingin bergabung begitu saja.

 

Hal urgen lainnya adalah pemerintah melihat implememtasi adalah apa yang sudah dilakukan  sedangkan kita (DPO)  melihat implementasi adalah perubahan apa yang sudah dilakukan. Sehingga kesempatan itu perlu untuk dijemput.

 

Sigab dan beberapa DPO juga  menginisiasi asesmen respon COVID-19  dan dilakukan dengan kesukarelaan. Dua kali dilalukan saat pandemi dan bisa menjadi basis data. Sehingga  DPO punya peran besar yang jadi pijakan terkait proses perubahan kebijakan yang berpihak kepada difabel.

 

Di Indonesia  CRPD diratifikasi melalui UU Nomor 19 Tahun 2011, yang kemudian diturunkan menjadi aturan organik yakni UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Hingga saat ini telah ada 7 Peraturan Pemerintah, 2 Peraturan Presiden, serta sejumlah Peraturan Menteri dan aturan internal yang menjadi turunan UU Nomor 8/2016.

 

Joni  menambahkan bahwa kemajuan saat ini menjadi bumerang jika : organisasi difabel sibuk dengan dirinya sendiri, tidak menjemput sumber daya yang berlimpah, tidak memanfaatkan atau menciptakan bentuk partisipasi bermakna difabel dalam ruang-ruang pengambil keputusan, tidak membangun basis organisasi, jejaring dan kolektifitas gerakan yang kuat.

 

Padahal arah dan tujuan yang kuat akan membantu organisasi menentukan hal-hal utama yang harus dilakukan, serta hal-hal yang tidak/jangan dikerjakan. Arah dan tujuan organisasi yang kuat akan merekatkan setiap orang yang ada dalam organisasi tersebut, memperkuat kepemilikan terhadap organisasi.

 

Orang-orang yang mendirikan dan bergabung di organisasi perlu terus-menerus ditingkatkan integritas, kepribadian, dan kapasitasnya. Aturan main mulai dari AD, ART, SOP dan ketentuan-ketentuan lain perlu dipersiapkan sembari organisasi mulai bekerja. Program kerja yang realistis perlu disusun dan mulai dilaksanakan. Sarana organisasi untuk mendukung kerja sama lembaga.

 

Berikutnya yang juga penting adalah advokasi untuk perubahan kebijakan. Kekuatan utama advokasi adalah bukti/data,  dukungan untuk siapa perubahan dilakukan, dengan dua kemampuan utama yang diperlukan yakni riset dan pengorganisasian.

 

Kawan dan jejaring menjadi elemen penting organisasi  antara lain yakni organisasi/individu yang sevisi dengan kita, organisasi/individu yang mendukung gerakan organisasi kita, organisasi/individu yang dekat dengan apa yang kita perjuangkan.

 

Sedangkan pengelolaan dukungan untuk DPO meliputi bagaimana dukungan diperoleh, dimanfaatkan, dipertanggungjawabkan, serta transparansi dan akuntabilitas membangun  kepercayaan. Dari mana sumber dukungan berasal? Internal pelaku organisasi, mitra/program pembangunan, pemerintah, swasta, program luar negeri.

 

Advokasi untuk perubahan kebijakan. Kekuatan utama advokasi adalah bukti/data,  dukungan untuk siapa perubahan dilakukan, dengan dua kemampuan utama yang diperlukan yakni riset dan pengorganisasian.

 

Terakhir adalah pemantauan/monitoring. Kebijakan adalah janji yang perlu dipantau implementasinya. Advokasi kita esok berangkat dari perubahan dan situasi saat ini yang wajib kita ketahui dan nyatakan. Sedangkan panduan pemantauan ada pada situs formasi disabilitas.[]

 

Reporter: Puji Astuti

Editor     : Ajiwan Arief

 

 

The subscriber's email address.