Muhammad Al Ghazali, Difabel Sabdodadi yang Semangat dan Penuh Motivasi
Solider.id, Bantul – Berbagai faktor bisa saja terjadi dan menyebabkan kedifabelan bagi setiap orang. Berbagai kejadian seperti kecelakaan dan bancana alam bisa saja menyababkan seseoorang menjadi difabel. Hidup sebagai difabel tentu merupakan tantangan bagi tiap orang yang baru mengalaminya. Hal inilah yang dialami Muhammad Al Ghazali, difabel paraplegia asal Sabdodadi Bantul, Yogyakarta. Gempa bumi yang melanda Yogyakarta pada tahun 2006 silam membuatnya harus beradaptasi dan menerima diri untuk hidup sebagai seorang difabel pengguna kursi roda.
Miinimnya dukungan dari berbagai pihak, membuatnya tidak optimal dalam menjalani kehidupan. Hambatan mobilitas yang ia alami seolah menjadi penghambat untuk dirinya dapat bersosialisasi dan dapat berperan aktif di masyarakat dalam berpartisipasi membangun negeri. Bertahun lamanya, Al Ghazali hanya berdiam diri di rumah. Ia tidak mengenal dunia luar. Ia tak kenal juga dengan kawan-kawan difabel lain di wilayah desanya. Baginya hidup terasa sepi dan ia merasa tak ada orang lain yang sama seperti dirinya. “Setelah ada pendampingan dalam program desa inklusi dan pembentukan kelompok difabel kalurahan dengan nama Paguyuban Difabel Mandiri Kalurahan Sabdodadi, saya merasa senang dan bisa saling mengenal teman-teman difabel yang lain” ceritanya saat beberapa waktu lalu ditemui solider.id.
Al Ghszali mengenang, dahulu respons Kalurahan Sabdodadi sebelum ada pendampingan dari SIGAB, menganggap difabel itu biasa saja. Masyarakat difabel identik dengan penerima bantuan. Ketika ingin mengutarakan kebutuhan difabel juga tidak berani. Berbeda dengan yang sekarang menjadi lebih dekat, dan sudah memberikan fasilitas untuk difabel seperti membuatkan ramp (jalur landai) serta toilet aksesibel. Pemerintah kalurahan mendukung, mengayomi dan dan mendampingi teman-teman difabel. Terbangun relasi yang sangat baik dan terjalin kedekatan antara difabel dan pemerintah kalurahan Sabdodadi. “Saya ingin teman-teman yang masih minder dan belum mau terlibat dalam kegiatan pertemuan rutin di kalurahan, mulai ikut aktif. Perlahan sedikit demi sedikit anggota KDK termotivasi bahwa walau dalam keterbatasan tidak perlu merasa malu. Difabel harus menjalani hidup dengan semangat dan berkarya untuk masa depan” terang Al Ghazali dengan penuh semangat.
Al Ghazalai merasa senang dan sekarang lebih percaya diri mengikuti kegiatan di kalurahan, seperti pertemuan rutin difabel kalurahan. Pada saat musrenbangkal juga kegiatan kalurahan yang lain, difabel mulai dilibatkan. Di musrenbangkal dirinya dapat berbagi dan memberikan masukan untuk kegiatan teman-teman difabel seperti pelatihan keterampilan yang memberdayakan difebel.
“Saya juga senang saat ada kegiatan pertemuan difabel di Kalurahan, saya bisa membantu teman-teman difabel yang tidak bisa berangkat sendiri dengan menjemput mereka dan setelah acara mengantarkan pulang kembali. Membantu teman difabel yang dalam kesulitan untuk mobilitas itu menjadi hal yang luar biasa bagi saya dan menjadi kepuasan batin untuk saya. Saya bisa bermanfaat untuk orang lain, bisa memotivasi juga teman-teman untuk aktif dalam pertemuan difabel kalurahan Sabdodadi. Tetap semangat untuk berkarya, ayo kita maju bersama, supaya bisa berdaya dan tak dipandang sebelah mata” ujarnya.
Al Ghazali berharap agar SIGAB dapat berlanjut untuk memberikan pendampingan pelatihan difabel agar lebih berdaya. Hal ini karena masih banyak difabel di kalurahan Sabdodadi yang masih menganggur. Jika hanya kegiatan rutin saja maka teman-teman difabel kalurahan sabdodadi tidak mempunyai penghasilan. Penting diberikan juga pelatihan peningkatan kapasitas dan skill difabel, agar memiliki kemandirian untuk berwirausaha sehingga nanti seandainya sudah tidak didampingi Sigab, difabel kalurahan Sabdodadi sudah mempunyai kegiatan berwirausaha untuk pemberdayaan. Berkat SIGAB kami lebih diakui keberadaannya.[]
Reporter: Sumaryanti
Editor : Ajiwan Arief