Lompat ke isi utama
kesehatan reproduksi

Penting, Pendidikan Kesehatan Reproduksi bagi Siswa Difabel

Solider.id - Apa respon Anda ketika mendengar kata  kesehatan reproduksi  (kespro)? Dan  apa yang terpikir oleh Anda? Seringkali orang menjawab bahwa kespro adalah  proses melahirkan.  Seringkali pula pikiran menjawab bahwa kespro adalah  tentang hubungan seksual. Padahal secara lebih luas  akan selalu ada pertanyaan-pertanyaan beruntun,  "Untuk apa kita belajar di situ (kespro) ?" Apakah anak- anak itu punya rasa cinta? Apakah melakukan hubungan seksual itu?

 

Menurut Mawar Nita Pohan, peneliti dan konsulta UNFPA (United Nations Fund for Population Activities ], Kespro dimaknai jika kita sehat secara fisik, mental dan sosial secara utuh. Tidak hanya bicara kecacatan dalam fungsi proses reproduksi dan banyak aspek yang meliputinya : sosial, perkembangan, psikis, kognitif dan emosi. Ketika berkaitan reproduksi maka meliputi relasi, kesiapan fisik sosial dan penerimaan sosial. Jadi dimensinya lebih luas.

 

Anggapan umum tentang anak dengan difabilitas intelektual, bahwa ketika membahas kespro dengan mereka, mereka  punya pertumbuhan fisik yang tidak berbeda dengan anak yang lain. Mereka juga  akan punya tubuh dewasa, mengalami menstruasii, mimpi basah, dan ada ketertarikan seksual pada orang lain. Maka  perlu mempersiapkan  mereka untuk menghadapinya.

 

Lembaga pendidikan seperti SLB menjadi  sumber informasi dan pembelajaran yang mereka percaya. Mereka mungkin mendapat pengalaman dari luar. Tapi apakah itu  pengalaman yang  benar? Karena kalau tidak benar mereka rentan mengalami kekerasan seksual, baik sebagai korban atau pelaku. Harapannya guru SLB menjadi sumber pembelajaran yang utama bagi mereka dan orangtua mereka. Dan pendidikan tentang kespro ini diberikan sejak dini yang  disesuaikan dengan perkembangannya dengan :

1. Membekali pengetahuan yang akurat.

2. Life Skill, mampu mandiri membersihkan diri dan mampu melindungi diri dari kekerasan, komunikasi asertif dan membuat pilihan positif terkait kehidupan mereka dengan membentuk sikap positif.

3. Bisa dikembangkan sesuai perkembangan dan tahap mereka masing masing.

 

Dengan pengembangan life skill, bagian  tubuh yang boleh dan tidak boleh disentuh. Bagaimana mereka melindungi itu dan bagaimana mempertahankan atau menolak jika terjadi kekerasan. Mereka jadi paham mengkomunikasikan dalam melindungi diri.

 

Hal tersebut dapat diawali dengan pendidikan, mengembangkan kehidupan sosial dan saling menghargai, menempatkan diri di lingkungan dan masyarakat. Belajar dengan bermain mengenal tubuhnya dan bagian tubuh yang boleh dan tidak boleh disentuh. Perlu pemenuhan hak pada anak difabel intelektual terkait  hak mereka atas rasa nyaman dan aman.

 

Ruang lingkup pendidian ; mengenal diri, kebersihan dan bagaimana cara mereka melindungi diri meliputi lingkup materi khusus yakni : Kebersihan diri, pubertas dan melindungi diri.

 

Metode penyampaian bisa dilakukan dengan integrasi dan kolaborasi bersama orangtua. Sebab hingga hari ini masih ada orangtua yang tidak terima jika anak-anak mereka menyebut dengan benar nama-nama organ seksual miliknya misalnya  penis, vagina dan lain-lain. Metode ini juga bisa disampaikan secara aktif dan kontekstual, bertahap dan kreatif misalnya dengan menggunakan wahana alat bantu yakni gambar/lukisan atau juga boneka.

 

Sementara itu, bagi guru SLB siklus pembelajarannya dengan melalui tahapan asesmen, perencanaan, penyusunan media pembelajaran, pelaksanaan dan penilaian.

 

Sedangkan dalam hal pelibatan orangtua yakni dengan menjelaskan peran Orangttua dalam pembelajaran kespro, menjelaskan kolaborasi orangtua dan sekolah sebagai partner, menjelaskan layanan yang tersedia terkait pendidikan kespro serta tips dari guru ke orangtua.

 

Nurlinawati, salah seorang guru SLB memberikan beberapa contoh misalnya dengan belajar menggosok gigi dengan bermain boneka loly. Terkait melindungi diri, dengan bermain peran. Jika ada yang ingin berbuat jahat, maka berani untuk mengatakan tidak atau lari meminta pertolongan. Bagi anak difabel intelektual yang sudah bisa membaca bisa pakai e- book dan guru atau orangtua bisa menjelaskan dengan gambar.[]

 

Reporter: Puji Astuti

Editor     : Ajiwan Arief

The subscriber's email address.