Ayu, Melukis Dan Wayang Sodo Jadi Pijakan Hidupnya
Solider.id, Gunungkidul -Halaman rumah di Desa Grogol V Rt 05 Rw 05 itu terlihat lapang dan sepi. Begitu masuk ke dalamnya akan kita temukan keindahan lewat banyaknya karya lukis yang dipajang dengan rapi, asri. Nampak foto presiden pertama RI, hingga presiden terkini, Jokowi. Hampir semua sudut sudah terisi dengan lukisan. Di rumah sederhana inilah Rovitasari Rahayu atau Ayu melewati hari-harinya dengan melukis dan membuat wayang sodo (Lidi, Bahasa Jawa). Di sini pula Ayu tinggal bersama Ibu dan adiknya.
Ayu, berperawakan kecil, cenderung kurus. Gadis 24 tahun ini senyumnya malu-malu dan mudah tersipu. Kelihatan dari pipinya yang sesekali terlihat semburat merah jambu, Ayu menjawab pertanyaan dibantu sang Ibu, Ngadinem (49 tahun).
Bakat melukis Ayu diketahui sang Ibu saat usia Ayu menginjak 10 tahun. Saat itu Ayu masih kelas tiga SDLB Negeri Yogyakarta. Gempa yang mengguncang Yogya tahun 2006 terpaksa membuat Ayu harus putus sekolah.
“Tidak ada yang mengantar sekolah.” Ujar Ngadinem berkisah. Sejak itulah Ayu menghabiskan hari-harinya dengan menggambar.
Dari membuat sketsa, melukis lewat pensil warna, Ayu mengasah talenta. Sayangnya keterbatasan komunikasi membuat obrolan kami terkendala. Ayu yang Tuli, dan saya yang tidak paham bahasa isyarat. Ayu hanya paham Bahasa Ibu. Maka jadilah saya minta tolong pendamping dan guru Ayu dalam melukis, Eri Saktiawan, untuk membantu menterjemahkan. Ibu Ayu sendiri sama pemalunya dengan Ayu. Tak banyak jawaban yang bisa diberikan selain melempar tanya pada Eri yang membantu komunikasi untuk mendapat jawaban.
“Saya ketemu Ayu secara tidak sengaja karena diberitahu oleh teman saya, mas Keling yang dari Semin. Dari mas Keling ini saya tahu informasi tentang Ayu. Maka saya datang ketemu Ayu dan mendapatkan Ayu sudah membuat banyak sket gambar. Akhirnya saya perlihatkan dan saya sampaikan pada pak Bernard (guru lukis Ayu) dan teman-teman. Menurut pendapat mereka lukisan Ayu bagus sekali. Besok kita support alat dan lain-lain supaya bisa melukis di kanvas, kata mereka. Dan sampai saat ini support buat Ayu masih terus berlangsung.” Eri menjelaskan.
Satu lukisan dengan pensil warna Ayu bisa menyelesaikan dalam satu dua hari, tetapi kalau menggunakan kanvas, Ayu bisa menyelesaikan dalam waktu seminggu. Kalau lagi mood dua tiga hari sudah jadi.
“Dia lebih fokus sehingga menggambar terus di rumah. Kalau Ayu tidak terganggu suara hp, tidak terganggu juga karena tidak ada teman yang datang. Temannya paling hanya saya yang ke sini.” Lanjut Eri sambil mengisahkan kalau Ayu baru saja mengadakan pameran tunggal di Polres Gunungkidul dan menjadi juara harapan pada kompetisi mural di SMA Negeri 2 Playen.
“Jadi kan setiap hari gabut (gaji buta) tidak ada kerjaan/kegiatan. Gabutnya Ayu berkarya terus. Dia jadi guru buat saya. Karena ketekunannya menjadikan saya iri.” Jelas Eri mengutarakan uneg-unegnya.
“karena tidak terganggu suara hp, maka Ayu bisa lebih fokus dalam melukis. Tidak seperti kita yang mudah terganggu suara-suara.” Kata Eri menambahkan.
Untuk wayang sodo, Ayu berguru pada Marsono, pengrajin wayang sodo yang sedang mencari sosok muda untuk mewarisi ilmunya. Gayung bersambut. Ayu tak hanya tekun membuat wayang sodo. Berkat kesabaran dan keuletannya pula Ayu sudah bisa bisa menghasilkan rupiah dari lukisan dan membuat wayang sodo.
Untuk wayang ukuran kecil, Ayu biasa menjualnya dengan harga 50 ribu rupiah. Sementara untuk wayang yang berukuran besar Ayu bisa menjualnya hingga 300 ribu rupiah.
“Ayu tulang punggung keluarga buat kami.” Ngadinem menimpali dan bercerita bahwa Ayu suka membantunya saat bertani.
Masih ingin melanjutkan sekolah bila ada kesempatan, melalui Eri, Ayu menyampaikan harapan.
“Ayu perlu tenaga pendamping yang bisa membantunya berkomunikasi.” Papar Eri yang membantu memasarkan karya Ayu melalui Instagram Rovitasari Rahayu, selain dengan cara gethok tular atau dari mulut ke mulut.
Reporter: Yanti
Editor : Ajiwan Arief