PT KAI Berjanji Perbaiki Layanan KRL Bagi Penumpang Difabel Setelah Kasus Video Viral
Solider.id, Surakarta - Menindaklanjuti video viral yang sudah tersebar di media terkait penolakan difabel naik Kereta Rel Listrik (KRL), Tim Advokasi Difabel (TAD) Kota Surakarta memfasilitasi dan menjembatani pertemuan perwakilan organisasi difabel dan para awak media. Perwakilan PT KAI yakni Aldi Hakim, manajer sektor Wilayah Solo-Yogya PT KAI Commuter bertemu dengan perwakilan komunitas difabel di Gedung Sekber Jl. Damar, Surakarta, Selasa (2/8).
Dalam pertemuan, Aldi Hakim menyatakan bahwa pihaknya sudah meminta maaf secara khusus kepada Ilham, calon penumpang yang ditolak saat hendak naik KRL jurusan Solo-Yogya. Dan di momen pertemuan dengan perwakilan komunitas difabel tersebut, pihaknya kembali meminta maaf dan berjanji untuk tidak mengulangi peristiwa tersebut. Kejadian penolakan dikarenakan minimnya pengetahuan petugas PT KAI terhadap alat bantu kursi roda yang digunakan calon penumpang, bahwa hal tersebut melekat dengan tubuhnya. Sehingga ketika ditawari berganti kursi roda, Ilham menolak sebab ia tidak dapat menggunakannya disebabkan kondisi cerebral palsy, tangan tidak dapat mengayuh.
Aldi mengatakan bahwa pihaknya ingin meminta saran dan masukan terkait pengetahuan berbagai macam bentuk kursi roda berikut standar acuan, jenis serta panduannya seperti apa. Jika ada pedomannya pihaknya pasti membutuhkan untuk meyakinkan para petugas KRL dan akan dijadikan bahan edukasi kepada mereka. Termasuk mengetahui berbagai macam ragam disabilitas.
Pelayanan KRL sudah dinilai baik, begitu komentar Sugiya Nur, perwakilan komunitas difabel. Sugiya, difabel pengguna kursi roda menyatakan bahwa ketika dirinya dan keluarga melakukan perjalanan dengan KRL dilayani dengan sangat baik, ditemani oleh petugas dan diberi jalur khusus pengguna kursi roda ketika sampai tiketing. Namun begitu, berkaca dengan kejadian vdeo penolakan calon penumpang, ia berharap PT KAI lebih peduli lagi dan meng-update kebijakan terkait berbagai kebutuhan difabel berkursi roda yang terdiri dari berbagai macam ragam dan ada yag melekat dengan tubuhnya.
Demikian pula masukan dari Sukiman perwakilan difabel netra dari organisasi Pertuni, bahwa pihak PT KAI masih melarang keluarga penumpang masuk setelah tiketing padahal dirinya butuh pendampingan.
Kebutuhan Tuli atas Aksesibilitas Penanda Stasiun di Dalam KRL
Muhammad Ismail, Tuli pelanggan KRL hampir setiap pekan melakukan perjalanan bolak-balik Solo-Yogya menyatakan kenyamanan saat kereta turun di Stasiun Tugu dan Maguwo, namun tidak ketika di luar stasiun itu, sebab ia dan mungkin teman Tuli lainnya tidak mampu menghafal gedung stasiun yang menjadi tujuan di luar dua stasiun di atas. Memang ada pengeras suara tapi Tuli tidak bisa mendengar. Ia juga mempertanyakan terkait dengan penggunakan aplikasi apakah bisa digunakan ketika naik kereta? Karena kalau kereta akan berhenti ada aplikasi muncul, termasuk kepada penumpang yang sedang tidur atau ketiduran. Ismail bercerita bahwa ia pernah mengikuti pelatihan Aksesibilitas dan sudah survei kereta bahwa ada ruang pengguna kursi roda dekat ruang masinis. Ia juga menyampaikan bahwa mungkin ada satu kursi dekat pintu yang bisa dilipat supaya ada ruang bagi pengguna kursi roda.
Bagi penumpang difabel, ketika bisa berpindah atau bergeser di lain tempat juga dengan memperhatikan nilai-nilai aksesibilitas yaitu kemudahan, kemandirian, kenyamanan dan keselamatan. “Ada orang pengguna kursi roda tapi bagaimana jika tidak ada pengaman di kereta? Mohon dipikirkan lebih jauh tentang keselamatan terutama kalau ada darurat. Semua orang harus terbuka dengan keterbatasan teman termasuk perilakunya kepada difabel,” kata Ismail.
Saran bahwa PT KAI agar lebih peduli lagi kepada difabel disampaikan pula oleh Astuti mewakili Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) Solo Raya, bahwa difabel mental psikososial memiliki kerentanan mengalami kecemasan dan mungkin relaps/kekambuhan ketika naik kereta. Bila petugas sudah memiliki pengetahuan dan pemahaman terkait bagaimana sensitivitas dan penanganan serta pendampingan terhadap mereka, maka akan meningkatkan pelayanan lebih baik.
Menjawab pertanyaan dari perwakilan komunitas difabel, Aldi mengatakan bahwa untuk infrastruktur sudah ada perbaikan dari pemerintah yakni sekarang peron antara stasiun dan gerbong datar. Namun di sarana kereta itu bukan pesanan khusus sehingga untuk modifikasi perlu aturan. Terkait jumlah penumpang difabel tetap ada ruang untuk mengakomodir. Pihaknya berjanji akan memberi penanda visual bagi Tuli untuk setiap kali berhenti di stasiun. Dan usulan bahwa sudah ada ruang di belakang masinis menjadi catatan sendiri.
Aldi menambahkan bahwa di tahun 2018 atau 2019 di Jabodetabek, PT KAI pernah melakukan pelatihan untuk menangani difabel mental seperti bipolar dan skizofrenia namun sayangnya hanya sekali saja. Ia berbagi nomor khusus yang bisa dihubungi apakah stasiun ini ada guidingblock, stasiun itu akses atau tidak yakni nomor 081296605747 bisa WA atau telepon. “Kalau pendamping netra nggak bisa ikutan bisa menghubungi nomor tersebut. Dari segi infrastruktur kami usahakan dan bagi petugas mungkin bisa 2x setahun mendapatkan pelatihan. Dengan nomor tersebut bisa menghubung stasiun yang ada KRL dan bisa janjian,”ungkap Aldi.
Sri Sudarti Ketua Pengurus Harian TAD Surakarta menutup pertemuan dengan menegaskan bahwa PT KAI wajib punya SOP dalam melayani difabel pengguna kursi roda termasuk modifikasi. PT KAI tidak boleh menolak difabel dengan alat bantu yang melekat. Ia juga berharap difabel seharusnya mencari tahu ketika naik KRL SOP-nya seperti apa termasuk kursi roda memungkinkan tidak untuk naik kereta api.[]
Reporter: Puji Astuti
Editor : Ajiwan Arief