Lompat ke isi utama
pendidikan pplitik bagi Tuli oleh Difabel Demokrasi

Pesta Demokrasi Menyisakan Diskriminasi bagi Pemilih Tuli

Solider.id, Yogyakarta - Salah satu wujud pelibatan masyarakat dalam proses politik adalah pemilihan umum (pemilu). Pemilu merupakan sarana bagi masyarakat untuk ikut menentukan figur dan arah kepemimpinan negara atau daerah dalam periode tertentu. Oleh karena itu, faktor penting pelaksanaan pesta demokrasi, adalah adanya keterlibatan masyarakat, tanpa kecuali kelompok masyarakat difabel. Di situlah konteks demokrasi yang sesungguhnya pada pesta kontestasi.

 

Akan tetapi, fakta di lapangan tidak sepenuhnya demikian. Ruang partisipasi bagi difabel, Tuli dalam hal ini, belum sepenuhnya terbuka. Penyelenggara pemilu masih mengabaikan hak politik mereka. Pesta demokrasi masih menyisakan diskriminasi bagi pemilih tuli. Kelompok ini kurang mendapatkan informasi yang aksesibel. Sebagai contoh, informasi tentang surat suara, juga tata cara memilih. Demikian pula dengan profil para kontestan pemilu yang minim melakukan sosialisasi. Akibatnya, tuli kesulitan saat menyalurkan aspiasi di bilik suara.

 

Tersebut di atas mengemuka dari diskusi yang diselenggarakan Forum Difabel Demokrasi (DifDem) Kota Yogyakarta, bersama kelompok pemilih tuli. Kegiatan yang digelar pada Jumat (15/7/2022) di Kafe Susu Tuli (Kastuli), Jalan Langenarjan Kidul itu, didukung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Yogyakarta. Melakukan inventarisasi dan memetakan problem tuli dalam pemilu, selanjutnya mencari solusi menjadi agenda.

 

Kali itu, Anggota Komisioner Bawaslu Kota Yogyakarta, Noor Harsya menyampaikan bahwa, memilih dan dipilih adalah hak politik setiap warga negara, termasuk tuli. “Jika hak belum diterima, maka harus diminta,” terang dia. Karenanya, pada kesempatan itu Harsya mengajak tuli melakukan inventarisisasi problem. Selanjutnya akan memfasilitasi tuli mencari solusi. Agar, penyelenggaraan pemilu 2024 lebih inklusif bagi pemilih tuli.

 

“Kita akan menghadapi dua kontensasi pemilu pada 2024. Pertama pemilu presiden yang akan dilangsungkan pada 14 Februari. Kedua pemilu wali kota yang akan berlangsung pada 27 November,” lanjut Harsya.

 

Diterangkannya pula lima surat suara saat pemilu presiden. Pertama, surat suara untuk memilih presiden dan wakilnya. Kedua,  Dewan Pertimbangan Daerah (DPR), tiga, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPRRI), empat, DRPD DIY, serta kelima, surat suara untuk DPRD kabupaten/kota.

 

Baca Juga: Bawaslu Provinsi DIY Gelar Penguatan Pemahaman Kepemiluan Kepada Masyarakat Difabel

 

Problem solving

Dari diskusi sore itu, semua tuli tidak memiliki problem saat memilih presiden maupun wakil presiden. Namun, semua tuli memiliki permasalahan yang sama, yaitu ketika akan memilih anggota legislatif. Baik secara nasional, regional, maupun wilayah. Minim sosialisasi atau tidak ada informasi dari penyelenggara pemilu terhadap pemilih tuli, menjadi problem utama.

 

Melakukan audiensi kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Yogyakarta, menjadi tindak lanjut (solusi) paska diskusi. Sore itu juga, diskusi memutuskan nama komunitas tuli alumni pendidikan politik Bawaslu itu. “Tuli Mengawasi, adalah nama yang disepakati.” Slogan yang tak sekedar slogan, melainkan menjadi ruh gerakan. Dengan tujuan, pemilu 2024 akan lebih inklusif bagi difabel, khususnya tuli. Audiensi dijadwalkan pada Jumat (29/7) pukul 15.00 WIB.

 

Demokrasi tanpa keterlibatan masyarakat, maka pemilu tidak akan penting.

Pemilu kehilangan jati diri dan ruhnya. Ketika demokrasi mendapat perhatian luas, penyelenggaraan pemilu demokratis menjadi syarat penting dalam pembentukan kepemimpinan sebuah negara. Karena pada dasarnya, pemilu memiliki fungsi utama menghasilkan pemimpin yang benar-benar mendekati kehendak rakyat.[]

 

Reporter: Harta Nining Wijaya

Editor     : Ajiwan Arief

The subscriber's email address.