Lompat ke isi utama
suasana pers converense ARTJOG 2022

ARTJOG MMXXII; Libatkan Difabel Tunjukkan Karya

Solider.id, Yogyakarta – ARTJOG, sebuah festival seni yang digelar tahunan di Yogyakarta beri kesempatan seniman difabel unjuk karya. Festival yang bertema Expanding Awareness kali ini mengusung suasana inklusif dalam tiap kegiatan yang telah dirancang. Hal tersebut mengemuka saat Pers Converence ARTJOG MMXXII: Expanding Awareness yang dilaksanakan di Artotel Suite Bianti Jalan Urip Sumoharjo No. 37 pada Kamis (30/6).

 

Tahun ini ARJOG mengusung tema tentang kesadaran setelah dua tahun sebelumnya berbicara tentang ketahanan seni di era pandemi. Pada tahun 2021 ARTJOG banyak melihat kejadian yang tidak diinginkan. “Pandemi ini menyadarkan pada kita bahwa ternyata begitu banyak perbedaan-perbedaan diantara kita, entah itu perbedaan akses, perbedaan privilege yang kemudian ternyata di situasi pandemi yang mengglobal, ada negara yang bertahan, ada negara yang bisa bikit vaksin, namun ada pula negara yang tidak bisa bertahan. Pelajaran itu membuat kami belajar sehingga memunculkan tema hari ini” ungkap Agung ‘Janong’ Sujatmika, salah satu curator dari ARTJOG.

 

Agung melanjutkan bahwa tahun ini kita memunculkan tema kesadaran yang menjadikannya muara bahwa setiap festival seni itu lebih terbuka dan memberi akses dan kesemptan pada mereka yang sebelumnya tidak punya privilege dan tidak bisa terlibat dalam menikmati kesenian dalam konteks festival. “Hal itu kemudian membawa kami untuk mengangkat satu ide, mengusung agenda yang akhir-akhir ini marak pula dibicarakan sebagai inklusivitas. Sebuah kondisi dimana dunia itu seharusnya tidak timpang dan tidak ada orang yang tertinggal”.

 

Agung melihat pula bahwa di medan kesenian di Indonesia sebenarnya perhatian terhadap inklusivitas ini masih sangat minim. Di berbagai lembaga kesenian dan kegiatan festival, belum memberikan ruang dan kesempatan untuk mereka yang dianggap bukan bagian dari medan seni. Masih ada elitisme dan ekslusivisme di bidang seni. “Dalam konteks ARTJOG saya kira tahun inik kita akan mulai dan nanti bisa dikembangkan dengan edisi-edisi berikutnya” paparnya.

 

Salah satu upaya untuk mewujudkan hal ini adalah dengan mengajak para seniman dan penggerak inklusivitas yang  Yogyakarta sangat kuat dibanding kota lain. “Dalam prosesnya kami banyak diskusi dan konsultasi dengan seniman difabel sehingga kami bisa mencoba mewujudkan festival ARTJOG ini secara inklusif”.

 

“Misalnya kami memberikan akses fisik bagi difabel dalam kegiatan ARTJOG. Meskipun hal ini belum semuanya ramah bagi pengunjung difabel, lansia, bahkan anak-anak, namun kami memang sedang merintis, dan ini adalah upaya kami.  Selain itu, kami membuka kesempatan dan terbuka pula bagi seniman anak dan remaja, karena memang sebelumnya kami hanya melibatkan seniman dewasa dan seniman professional saja. Panitia juga menyediakan karya yang ramah bagi anak-anak, misalnya dari segi caption, dan aspek lain” jelas Agung.

 

Sementara itu, Butong Idar dari Jogja Disability Art mengungkapkan bahwa pihaknya berterimakasih kepada ARTJOG yang telah berupaya memberikan ruang pada seniman difabel. “Kami berkolaborasi dan menghadirkan karya seni yang inklusif. Artinya seniman difabel berkolaborasi dengan seniman nondifabel dan membat satu tema bersama. Disitu kami juga bermaksud bahwa ruang seni ini adalah ruang masyarakat yang bisa menjadi raung bersama bagi seniman difabel dan nondifabel. Kami membuat karya seni dengan tema Babat Wikara. Kami berbicara tentang konteks difabel dimasa lalu yang direfleksikan pada masa kini. Difabel di masa lalu juga memiliki peran dan status sosial di masyarakat. Semua itu kita lakukan melalui riset kecil dan itu tergambarkan beserta literasi. Banyak contoh di beberapa candi dan karya seni masa lalu yang menggambarkan difabel punya kedudukan dan status sosial di masyarakat. Baru setelah muncul era penjajahan Belanda, difabel mulai terpinggirkan dan tidak mendapat ruang dan kesempatan lagi di masyarakat”.

 

Roby dari Komunitas Bawayang menjelaskan bahwa pada pameran ARTJOG kali ini, pihaknya menampilkan beberapa karya fotografi, komik, dan lukisan. Tema dari seni yang dipertunjukkan bermacam-macam, mulai dari pelecehan seksual, ungkapan perasaan, merespons banyaknya kematian pada saat covid – 19 kemarin. Sementara seniman yang terlibat ada dua seniman muda Tuli, teman dengar, dan ada pula teman difabel dengan ragam yang lain.[]

 

Reporter: Srikandi Syamsi

Editor     : Ajiwan Arief  

 

The subscriber's email address.