150 DPO dan CSO Datangi Kantor Kemenkeu Tuntut Pemulihan Hak Pemberhentian Diskriminatif ASN Disabilitas
Solider.id, Yogyakarta - Sebanyak 150 organisasi disabilitas (DPO) beserta 47 individu perwakilan masyarakat sipil (CSO) melayangkan surat tuntutan kepada Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan Repubik Indonesia (Kemenkeu RI), untuk menghormati hak difabel dan memulihkan hak DH, seorang difabel mental skizofrenia paranoid. Surat desakan diserahkan pada Senin (30/5), pukul 10.00 WIB, di Kantor Kementerian Keuangan RI. Gedung Djuanda I, Jl. Dr. Wahidin Raya No.1, Pasarbaru, Kecamatan Sawah Besar, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10710.
Sebagaimana release yang diterima Solider.id, perwakilan DPO dan CSO juga mendesak menteri keuangan mempertimbangkan kembali keputusan diskriminatif terhadap DH, seorang skizofrenia paranoid. Karena pemecatan DH telah menciderai dan melanggar proses penghormatan hak asasi manusia.
Dalam surat tuntutannya, tertulis, sebagaimana bunyi pasal 45 UU No.8/2016 tentang penyandang disabilitas, pemerintah wajib menjamin proses rekruitmen, pelatihan kerja, keberlanjutan kerja dan pengembangan karier yang adil tanpa diskriminai terhadap difabel.
Sangat disayangkan, pemerintah dalam hal ini Kemenkeu RI tidak mengimplementasikannya. Kemenkeu tidak memberikan perlindungan (akomodasi layak) terhadap DH, salah seorang pegawai dengan skizofrenia paranoid. Dalam kondisinya yang sedang kambuh (relapse), pegawai dengan prestasi menciptakan aplikasi berbasis digital untuk adminsitrasi persuratan khusus Departemen Keuangan itu, justru diberhentikan.
Sementara, tersurat pada UU No.8/2016 bahwa pemberi kerja wajib menyediakan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas. Salah satu bentuk dimaksud adalah cuti atau izin khusus untuk melakukan pengobatan. Termasuk memberikan fleksibilitas kerja. “Alih-alih menjalankan mandat UU 8/2016, Kemenkeu RI justru memecat DH, difabel dengan skizofrenia paranoid,” dikutip dari surat tuntutan terhadap Kemenkeu RI.
Merunut kembali kasus di Kementerian Keuangan RI, DH dengan pendampingan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta dan dukungan berbagai organisasi penyandang disabilitas, Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS) salah satunya, menuntut tindakan diskriminatif Kementerian Keuangan RI terhadap dirinya. Melalui Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta, kasusnya dipersidangkan sejak akhir tahun 2021.
Agenda putusan perkara
Setelah beberapa kali sidang gugatan digelar, Kamis (2/6) gugatan DH sudah akan memasuki agenda putusan perkara. DH pegawai berprestasi yang telah bekerja lebih dari 10 tahun itu, setelah menjalani serangkaian pengobatan dan dinyatakan baik, ia mengajukan permohonan untuk dapat kembali bekerja namun ditolak. Baik oleh Kemenkeu maupun ketika banding administratif di BPASN. Tidak cukup kehilangan pekerjaan, DH juga berpotensi digugat ganti kerugian ratusan juta rupiah karena dianggap melanggar ikatan dinas. Hal itulah yang melatarbelakangi DH melakkan gugatan pemulihan hak, melalui PTTUN Jakarta.
Kasusnya menggugah empati publik. Mereka mendukung mendukung perjuangan DH mendapatkan kembali haknya bekerja dan dipulihkan dari segala tuduhan dan sanksi. Tuntutan dan desakan tersebuat ialah: (1) menuntut Kemenkeu RI segera mencabut SK pemberhentian DH dan memulihkan hak-haknya, (2) menuntut Kemenkeu RI dan pemerintah meyediakan akomodasi yang layak sebagaiamana UU No.19 tahun 2011 tentang Konvensi Hak-hak Penyandang Disbilitas dan UU No. 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas, (3) menyayangkan sikap Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) yang tidak menyediakan akomodasi yang layak bagi DH, serta (4) menuntut PTTUN menyediakan akomodasi yang layak selama persidangan[].
Reporter: Harta Ninng Wijaya
Editor : Ajiwan Arief