Upaya Sigab Atasi Gab Informasi Vaksin Covid – 19 bagi Difabel
Solider.id - Jumat 21 Januari 2022, Siang ini saya akan kembali mengulik salah satu divisi yang ada di lembaga Sasana Inklusi & Gerakan Advokasi Difabel Indonesia (SIGAB Indonesia). Narasumber saya kali ini ialah seorang laki-laki yang memiliki perawakan tinggi di atas rata-rata warga Indonesia, la biasa di panggil Bima. Bima Indra sendiri adalah project manager di divisi Christoffel blinden mission (CBM).
Setelah menunggu kurang lebih 15 menitan akhirnya sang narasumber pun tiba, kami sempat berbasa-basi sebentar sebelum kemudian saya menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang telah saya susun jauh-jauh hari.
"Sebenarnya program responsif ini bekerjasama dengan tiga lembaga, yang pertama ada CBM Global (Christoffel Blinden Mission Global) lalu ada YEU (Yakkum Emergency Unit) dan yang terakhir adalah lembaga SIGAB itu sendiri.
Masing-masing entitas atau lembaga tersebut memiliki kegiatan yang berbeda-beda namun sebenarnya saling berkaitan atau sama-sama bertujuan untuk merespon isu-isu Covid-19 Gelombang Dua. Kalau boleh saya bercerita sedikit mengenai kegiatan-kegiatan apa saja yang dilakukan oleh ketiga lembaga tersebut, YEU sendiri lebih menitikberatkan kegiatan mereka untuk vaksinasi door to door yang dirasa cukup ampuh untuk menyasar teman-teman difabel terutama mereka yang tinggal di wilayah-wilayah yang kurang terjangkau oleh skema vaksinasi yang tersedia, selain itu di samping YEU juga memberikan bantuan berupa sembako bagi teman-teman difabel yang sudah melakukan vaksinasi. Lalu SIGAB sendiri, kami fokus pada kegiatan-kegiatan media dalam rangka merespon isu covid 19, jadi kegiatan yang kami lakukan berkaitan dengan output output media," ujarnya saat di tanya mengenai apa yang telah dilakukan oleh program CBM dalam merespon isu Covid-19.
Selain itu Bima juga menceritakan apa saja KIE (Komunikasi Informasi Edukasi) yang telah diproduksi di divisinya.
Pertama mereka memiliki flayer, flayer ini yang nantinya akan mereka posting di Instagram solider.id adapun isi dari flyer itu sendiri adalah seruan-seruan terkait protokol kesehatan standar covid 19, kedua adalah produk kalender, mereka telah memproduksi sebanyak 1000 kalender yang nantinya akan menyasar pada 1000 penerima dengan rincian 900 kalender biasa yang diperuntukan bagi difabel nonpenglihatan, lansia dan 100 kalender braille untuk para difabel netra.
Pihaknya mengaku telah menghire 18 penanggungjawab dari masing-masing wilayah di DIY untuk membantu Sigab dalam mendistribusikan kalender-kalender yang telah mereka produksi.
Alasan mengapa mereka mencetak kalender braille, semua bermuara saat diadakannya workshop pada tanggal 15 November 2021 silam, acara itu sendiri menghadirkan teman-teman difabel dari ragam dan jenis yang berbeda, Bima mengaku pihaknya selalu mengadakan workshop sebelum memproduksi sebuah konten media. Ia menganggap hal tersebut sangat diperlukan agar mereka tahu apa yang sesungguhnya terjadi di lapangan maksudnya, supaya tahu apa yang menjadi keresahan teman-teman difabel terkait vaksinasi, isu covid 19, pedulilindungi dan lain sebagainya sehingga produk-produk yang nantinya akan mereka buat dapat bermanfaat dengan maksimal dan tepat sasaran.
Selain dari apa yang telah ia jelaskan secara panjang lebar, Bima menambahkan bahwa pihaknya juga memproduksi sebuah video, video itu sendiri terdiri dari dua jenis, yang pertama video trisen yang terdiri dari tiga buah video kemudian yang kedua adalah video Tron yang terdiri dari dua buah video. Meskipun kami memproduksi dua jenis video yang berbeda akan tetapi memiliki makna atau pesan yang sama yaitu informasi seputar cara mengakses vaksinasi, himbauan untuk rajin mencuci tangan dengan benar dan himbauan himbauan terkait isu covid 19.
Adapun tantangan dan hambatan yang dialami hingga saat ini, Bima pun sedikit banyak telah berbagi kisahnya.
"Seperti yang telah saya jelaskan di awal bahwasanya program dari divisi ini salah satunya adalah membuat kalender, tetapi faktanya kalender yang telah kami berikan kepada teman-teman difabel netra, ternyata tidak sedikit dari mereka yang tidak bisa membaca tulisan braille. Menurut saya ini cukup ironis, mungkin masih bisa di maklumi ketika difabel tersebut masih memiliki sisa penglihatan (low vision) tetapi kenyataannya banyak loh difabel netra totally blind yang tidak bisa membaca tulisan braille. Sampai saat ini itu masih menjadi PR besar.
Mungkin itu yang masih menjadi permasalahan besar untuk kami karena pada dasarnya kami mencetak kalender braille agar masyarakat aware bahwa ini loh ada huruf braille, ini loh difabel bisa baca juga kok. Sayangnya dengan banyaknya teman-teman netra yang belum bisa baca braille sehingga pesan kami masih belum tersampaikan kepada masyarakat." Saya turut prihatin mendengarnya sekaligus merasa malu karena saya sendiri sebagai penyandang disabilitas netra masih sulit membaca braille, terlepas dari apakah saya low vision atau totally blind, jika tidak dimulai dari difabelnya itu sendiri lalu siapa lagi yang mau memulainya memperkenalkan huruf braille kepada publik.
Setelah keheningan yang terasa dalam saya dikejutkan oleh Bima yang menjelaskan mengenai sasaran daripada program CBM.
Ia mengungkapkan bahwa sasarannya adalah mereka yang berisiko tinggi terhadap penyebaran virus covid 19 yaitu, Difabel, dan para lansia.
Ia juga menjelaskan bahwa saat ini program yang dipelopori oleh tiga lembaga tersebut masih berfokus di wilayah-wilayah daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Saya berharap program ini masih akan tetap berjalan dan jangkauan dari program tersebut akan semakin meluas sehingga cepat atau lambat rantai penyebaran virus covit 19 ini akan berakhir.[]
Reporter: M. Amin
Editor : Ajiwan Arief