Lompat ke isi utama
poster kegiatan asesemnt HWDI

Terkait Kebijakan Pemulihan Covid – 19, HWDI lakukan Assesment di 9 Kota

Solider.id, Surakarta- Lewat siaran radio dan livestreaming di Youtube Berita KBR pada Rabu (12/1)  Yossa Nainggolan, seorang peneliti yang bekerja untuk HWDI dan didukung oleh Unesco memaparkan hasil asesmen di 9 kota yang telah dilakukannya.  Tujuan asesmen terkait  kebijakan pemulihan COVID-19  dan ingin tahu sejauh nama pemangku kebijakan/pemkot sudah melakukan pemulihan COVID-19 yang bersifat inklusif atau ramah difabilitas.

 

Selain turunan-turunan dari ramah disabilitas itu apa saja, asesmen ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah para difabel di tingkat kota juga sudah mengimplementasikan surat edaran Kemenkes terkait pencegahan COVID-19 dengan pelakasanaan vaksinasi kepada difabel. Sebelumnya disebutkan oleh Maulani A. Rotinsulu, Ketua Umum HWDI, bahwa  sudah ada surat edaran Kemenkes terkait kelompok rentan untuk bersama lansia dilakukan vaksinasi guna pencegahan pelularan COVID-19. Tujuan kedua asesmen adalah untuk mengetahui program-program yang sudah dicanangkan oleh pemerintah selain  vaksinasi yakni  program perlindungan sosial berupa program  peningkatan ekonomi dan UMKM.

 

Yossa mengemukakan tantangan apa saja yang dihadapi berupa kesempatan untuk melakukan kolaborasi bersama organisasi difabel. Karena kerja-kerja yang paling tahu adalah personal-personal, maka hasil atau temuannya hampir sebagian besar pemkot sudah melakukan vaksin tetapi jumlahnya sangat tidak memadai. Mereka tidak ada koordinasi dalam pelaksanaan dan dan tidak  menggunakan data makro, seperti yang dilakukan Pemkot Bitung yang kepesertaan vaksin bagi difabel kurang dari 10 persen.

 

Baca Juga: Berbagai Upaya Pendampingan HWDI NTB dalam Kasus Kekerasan Seksual

 

Berbeda dengan pelaksanaan vaksin di Pulau Jawa, yang memiliki program khusus, maka kepesertaan difabel dalam program vaksinasi di Jawa hampir 80%. Menurut Yossa, harus ada afirmatif action, sehingga tahu tantangan yang dihadapi pemkot ketika melakukan implementatif yang bersifat  inklusif. Mungkin dengan melakukan kolaborasi yang menyertakan teman difabel dan bagaimana bentuk kolaborasi itu mereka yang tahu keadaan dan kondisi.

 

Beberapa temuan dalam asesmen di antaranya adalah : 1. Masih minimnya difabel menjalani vaksin, hampir sebagian besar pemkot melakukan vaksin tapi jumlah sangat tidak memadai. Data yang dimiliki yang sifatnya program, tidak dilakukan koordinasi atau tidak menggunakan data makro. Paling kecil di Pemkot Bitung kurang dari 10%, Mojokerto hampir 85% karena dalam program khusus di Jawa. Juga ada temuan bantuan sosial kepada difabel tidak menjadi prioritas karena soal data dan minimnya keterlibatan difabel. Selain itu, kendala informasi yang masih belum aksesibel buat difabel, dan sangat mungkin keliru, sehingga mereka tidak melakukan vaksinasi.

 

Asesmen ini memberikan rekomendasi/langkah aksi : 1. Pemkot segera lakukan pendataan difabel mengacu data susenas terbaru : data terpilah, valid, akuntabel, terverivikasi, dan ketika mencoba memprioritaskan vaksin pada difabel datanya tidak mengira-ira atau melakukan pendataan pada saat itu. 2. Bahwa persentase di 9 kota jauh dari standar yang digelontorkan SUPAS 2015. Kenyataannya data di 9 kota di bawah 3%. Jika begini maka kalau mau membuat perencanaan program, program itu tidak akan sampai kepada masyarakat difabel. 3. Bagi kota-kota yang belum memiliki perda agar segera membuat agar difabel bisa terhitung dan terjangkau dalam perencanaan daerah, 4. Paradigma lama yang memandang difabilitas adalah urusan rehabilitasi maka harus diperbaiki, HWDI akan menyurati pihak terkait yakni Kemenkumham dan Kemendagri terkait regulasi dan kebijakan yang masih menghambat dan belum terkoneksi dengan Undang-Undang nomor  8 tahun 2016.  Salah satunya Permendagri 90 tahun 2019 terkait klasifikasi, kodefikasi dan nomenklatur perencanaan pembangunan dan keuangan penyelenggaan daerah sehingga isu difabilitas hanya di rehabilitasi. Vaksin isu kesehatan tidak bicara difabilitas, pendataan tidak berbicara tentang penyandang disabilitas sehingga harus ada regulasi yang sangat menpengaruhi kebijakan daerah. 

 

Setelah siaran ini HWDI akan meluncurkan secara resmi dan akan membuat policy dialog terkait temuan dan apa saja yang akan dikerjasamakan. Selain itu HWDI juga mencoba membantu melakukan pendataan sampai ke pelosok.[]

 

Reporter: Puji Astuti

Editor     : Ajiwan Arief

The subscriber's email address.