Difabel Berhak Akses Informasi Publik
Solider.id – Difabel merupakan kelompok masyarakat yang berhak peroleh informasi publik yang utuh, jelas, dan mudah diakses. Dengan kondisi berbeda, latar belakang, dan hambatan yang mereka miliki, informasi publik menjadi kebutuhan yang tak terelakkan dan menjadi hal penting untuk tatap dapat dijangkau. Namun sayangnya, kelompok yang dimarjinalkan ini kerap terlewatkan dan bahkan terabaikan ihwal keterbukaan akses informasi publik. Akibatnya, tak heran bahwa kelompok masyarakat ini menjadi tereksklusi dan terpinggirkan dengan pengabaian hak mereka untuk peroleh informasi publik.
“Siapapun kita akan menjadi difabel pada saatnya. Hanya saja hal-hal kecil semacam ini masih kurang disadari oleh masyarakat kita.” Ujar Anjas Pramono menyampaikan pendapatnya. Hasil sharing dengan dosennya saat ia tengah menempuh pendidikan sebagai salah satu penerima beasiswa YSEALI di Amerika Serikat.
Bila dalam Undang-undang nomor 8 tahun 2016 menyebutkan jenis difabel ada empat kriteria, maka bagi Anjas Pramono ada tiga kriteria yang membuat seseorang bisa disebut sebagai difabel. “Difabel sejak lahir, seperti teman-teman yang mengalami polio, lalu mereka yang mengalami kecelakaan sehingga membutuhkan alat bantu, dan mereka yang berusia di atas 60 tahun atau lansia. Lansia kita katakan sebagai ciri kedifabelan tidak lain karena pada usia 60 tahun rata-rata kita akan membutuhkan alat bantu.” Kata Anjas menegaskan.
Hadir sebagai salah satu pemateri dalam diskusi tematik secara online tentang Keterbukaan Informasi Publik yang diadakan oleh Komisi Informasi Pusat, pada 6 September 2021 silam, Anjas tidak sendiri. Bersama Anjas ada Wafa Patria Umma dari Bidang Advokasi, Sosialisasi dan Edukasi, Komisioner Komisi Informasi Publik, serta Benny Irawan dari Kapuspen Kementerian Dalam Negeri.
Mengawali paparannya, Anjas menyatakan bahwa reformasi tahun 1998 telah melahirkan tuntutan dari masyarakat akan adanya transisi, partisipasi publik dan akuntabilitas terkait penyelenggaraan pemerintahan. Sehingga untuk menyikapi hal ini diperlukan adanya reformasi atau demokratisasi di bidang informasi.
“Hal ini karena informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara. Melalui pengelolaan informasi publik menjadi salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi.” Lanjut Anjas yang menyampaikan bagaimana masyarakat bisa mendapat informasi yang relevant dengan melihat manfaat yang didapat dari Undang-undang KIP, yakni adanya transparansi dan akuntabilitas badan publik serta optimalisasi perlindungan hak-hak masyarakat terhadap pelayanan publik.
Baca Juga: E-Government dan Transformasi Layanan Publik ke Arah Inklusi
Bicara difabilitas Anjas juga membahas keunikan dan keberagaman yang menjadi salah satu kemajemukan, yang mendasari setiap orang untuk memiliki kebutuhan yang berbeda, baik dari bentuk tubuh maupun cara berjalan, atau dari kebutuhan-kebutuhan yang lain yang mereka dapatkan.
“Dari sini kita akan melihat bagaimana difabel mendapat batasan dari lingkungan, sehingga mereka perlu mengakses informasi publik agar bisa dikelola dan diadaptasikan dalam kehidupan para difabel. Untuk bisa mengadaptasikan apa yang telah didapatkan, maka perlu adanya sosialisasi dan edukasi terkait stake holder dari tingkat atas hingga ke bawah untuk membentuk ekosistem yang inklusif.” Ujar pemuda alumni Universitas Brawijaya ini berapi-api.
“Melalui ekosistem yang inklusif, maka semua hambatan difabel bisa diantisipasi setelah kita memiliki infrastruktur yang inklusif. Yakni dengan upaya mengedukasi masyarakat agar memiliki tatanan masyarakat yang berbasis inklusif.” Terang Anjas yang menambahkan bahwa masyarakat inklusif adalah masyarakat yang bercirikan pada keterbukaan, ramah dan menyenangkan.
Masyarakat inklusif juga harus kreatif dan inovatif, berbagi visi dan kerja sama dengan saling menghargai perbedaan. Membawa perubahan yang bermanfaat, memberi peluang untuk berkembang pada setiap orang, dan memiliki tanggung jawab untuk mengupayakan bantuan atau kemudahan.
Sementara untuk mencapai tatanan masyarakat inklusif, Anjas mengatakan perlu adanya disability awareness untuk membentuk sebuah ekosistem yang seinklusif mungkin bagi teman-teman minoritas agar dimudahkan dalam mengakses informasi yang dibutuhkan. Untuk itu menjadi penting mendorong pemerintah agar terbangun awareness baik pada badan publik sebagai penyedia layanan, maupun bagi difabel sebagai pengguna layanan informasi publik.
Demi menyikapi perlunya keterbukaan informasi publik, Wafa Patria Umma menyatakan bahwa siapapun berhak mendapat informasi, termasuk difabel.
“Dengan mendapatkan informasi, kita akan mendapat peluang untuk mengembangkan potensi yang kita miliki. Ini mengingat tujuan Undang-undang KIP sendiri adalah untuk meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.” Terang Wafa sambil mengutip Pasal 24 ayat 4 dan 5 PERKI no. 1 tahun 2021 yang menyatakan, Pengumuman dan Penyebarluasan informasi publik wajib memperhatikan aksebilias bagi difabel. Wafa lalu menegaskan melalui ayat 5 dimana Pengumuman dan penyebarluasan informasi publik paling sedikit dilengkapi dengan audio, visual, dan/atau braille.
Benny Irawan, dalam tanggapannya mengatakan untuk pengelolaan informasi publik antara Kemendagri dan pemerintah daerah, antara difabel dan kelompok rentan (trans gender, perempuan migran, perempuan kepala keluarga) perlu mendapat akses yang sama. Karenanya pelibatan difabel melalui organisasi difabel dalam semua tahap mulai dari proses penganggaran di badan publik, perencanaan hingga pelaksanaan program harus mulai diatur.
“Ketersediaan sarana pra sarana layanan informasi publik mulai dari letak dan model bangunan, tempat publik dilayani, hingga petugas layanan yang ramah memerlukan pelatihan peningkatan kapasitas untuk peningkatan layanan yang ramah difabel. Dengan peningkatan kapasitas menghadapi banyaknya ragam difabel, diharap petugas layanan publik bisa paham bagaimana harus bersikap dengan difabel.” Demikian penutup Benny Irawan saat menyampaikan harapan.[]
Reporter: Yanti
Editor : Ajiwan Arief