Lompat ke isi utama
keterangan mengenai lembaga Adi Gunawan Institute

Tak Banyak Menuntut, Berdayakan Difabel Netra agar Lebih Patut

Solider.id - AGI (Adi Gunawan Institut) didirikan di Malang, Jawa Timur, oleh Adi Gunawan dan Yohanna Sarlotha Nalle. Lembaga ini didirikan dengan melihat bahwa kebutuhan mendasar para difabel  belum sepenuhnya dapat mengakses berbagai fasilitas umum secara mandiri, selain itu, lembaga ini didirikan atas dasar keprihatinan bahwa difabel sebagai kelompok rentan masih hidup dibawah garis kemiskinan dan tidak layak. Banyak diantara difabel netra yang belum memiliki penghidupan yang layak dan penghasilan yang mencukupi.

Salah satu kelompok difabel yang menjadi konsentrasi atau prioritas AGI adalah difabel netra. Dilihat dari aspek jumlahnya, difabel netra yang tinggal di Kabupaten Malang kurang lebih sekitar 1.000 orang. Jumlah yang terkonfirmasi oleh Dinas Sosial Kabupaten Malang ini kemungkinan bisa bertambah karena masih ada beberapa yang belum terdaftar ataupun terisolir di rumah dikarenakan berbagai faktor. Sementara, jumlah keseluruhan difabel netra di Indonesia kurang lebih sekitar 3,5 juta jiwa. Sekitar 1,5 persen dari total penduduk Indonesia. Data yang diperoleh dari Kementerian Kesehatan RI ini kemungkinan bisa bertambah.

Sebagian besar difabel netra bekerja atau berprofesi sebagai pemijat yang tersebar di panti-panti pijat di seluruh Indonesia. Terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Malang, dan sebagainya. Sedangkan di daerah-daerah lain seperti Kota dan Kabupaten Tuban difabel netra membuka tempat praktik pijat di rumah-rumah mereka atau menjadi terapis keliling.

Dari hasil pengamatan AGI dalam beberapa kesempatan berkunjung lebih dekat ke kawan-kawan difabel  netra yang tinggal di Kota dan Kabupaten Malang, AGI mendapati ragam permasalahan yang masih dialami mereka. Khususnya mengenai pekerjaan yang dapat diakses oleh difabel netra masih sangat terbatas. Pekerjaan itu masih seputaran dunia massage atau pijat. Sedangkan jumlah panti-panti pijat yang dapat menampung difabel netra di Malang Raya masih belum terlalu banyak jika dibandingkan dengan jumlah difabel netra yang mencapai lebih dari  1.000 orang  dan setiap tahunnya diperkirakan akan bertambah seiring perpindaahan para difabel netra yang tinggal di daerah sekitar Malang yang ingin belajar dan mengadu nasib di kota. Persaingan kerja yang kompetitif di dunia massage yang saat ini terjadi juga membuat para terapis difabel netra kalah bersaing dengan massage modern atau spa yang bertebaran di Kota Malang.

Dengan adanya berbagai persoalan tersebut, perlu ada terobosan bagi peningkatan taraf kehidupan para difabel netra. Saat ini telah dikembangkan sebuah teknologi yang dapat membantu difabel netra untuk dapat mengakses sebuah perangkat komputer dengan menggunakan keluaran suara. Teknologi kekinian yang dikembangkan sejak tahun 80-an dan pertama kali masuk ke Indonesia tahun 90-an ini terus dikembangkan sedemikian rupa untuk menunjang difabel netra agar dapat menggunakan komputer. Berbagai aktivitas komputasi kini dapat dilakukan oleh difabel netra. Dari mulai mengetik, mengolah data, hingga mencari berbagai informasi lewat media internat.

Sementara, sejak beberapa tahun yang lalu, telepon pintar bersistem opeerasi android telah dilengkapi aplikasi pembaca layar, bahkan dari bawaan pabriknya. Aplikasi ini dapat digunakan  difabel netra untuk dapat mengakses sebuah ponsel android dan dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain secara mandiri. Baik menelpon atau mengirim pesan singkat sendiri, tanpa memerlukan bantuan orang lain. Selain itu juga tengah dikembangkan berbagai aplikasi berbasis teknologi android yang dapat membantu  difabel netra untuk menjalani aktifitas sehari-hari secara mandiri. Seperti aplikasi pendeteksi lokasi, aplikasi pembaca buku, pendeskripsi foto, pembaca uang, dan sebagainya.

Maka dari itu,  AGI didirikan dengan tujuan utamanya untuk menyediakan tempat belajar dan berkarya bagi para difabel netra, secara khusus di bidang teknologi dan informasi. Dengan teknologi suara yang dapat dipergunakan di sebuah perangkat komputer dan ponsel android saat ini dapat dipergunakan oleh difabel netra untuk belajar, mencari informasi yang diperlukan, hingga berkarya di berbagai bidang usaha.

Dengan semangat, kerja keras, serta dukungan dari berbagai pihak  maka akan terwujud cita-cita  bersama, yaitu terciptanya taraf kehidupan para difabel netra yang berkualitas, mandiri, dan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi lingkungan sekitar  (https://adigunawaninstitut.id/latar-belakang/).

Visi Adi Gunawan Institut.

Tujuan didirikan  Adi Gunawan Institut adalah :

  1. Membuat sebuah lembaga belajar atau institut bagi difabel netra di kota Malang. Di dalam lembaga belajar tersebut akan diajarkan  mengenai kemandirian seorang difabel netra, di antaranya adalah orientasi dan mobilitas, serta  teknologi yang dapat dipergunakan untuk menunjang seluruh aktifitas sehari-hari. Serta hal-hal lain yang terkait dengan kehidupan difabel netra.
  2. Menyediakan lapangan pekerjaan bagi difabel netra untuk dapat berkarya ataupun menyalurkan keterampilan dan kemampuan mereka. Secara khusus di bidang informasi dan teknologi.
  3. Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat luas tentang kehidupan para difabel netra, serta berbagai potensi positif yang dimiliki(https://adigunawaninstitut.id/visi/).

 

Misi Adi Gunawan Institut.

Usaha-usaha yang akan dilakukan oleh Adi Gunawan Institut :

  1. Mendirikan sebuah lembaga belajar resmi yang bernama Adi Gunawan Institut di Kota Malang.
  2. Bekerja sama dengan berbagai organisasi sosial kemasyarakatan, instansi pendidikan atau perguruan tinggi, lembaga pemerintah atau suasta untuk dapat mewujudkan  tujuan dan cita-cita Adi Gunawan Institut.
  3. Bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mengadakan sosialisasi, pelatihan, dan kegiatan positif lainnya untuk memajukan taraf kehidupan difabel netra (https://adigunawaninstitut.id/misi/).

Melihat pergerakan dan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh tim AGI yang tidak hanya memberi bimbingan belajar dalam segi teknologi akses, tetapi juga membuat suatu karya yang venomenal, yakni dengan membentuk kelompok kerja batik netra AGI, Solider tertarik untuk mengulik lebih dalam lagi mengenai spirit dan apa saja tantangan yang dihadapi oleh tim AGI dalam menjalankan usaha batik netra ini dan bagaimana teman-teman difabel netra dapat memahami cara membuat batik, yang notabene pekerjaan ini membutuhkan kemampuan visual,

Senin sore 07/092020, Solider sempat berkunjung ke Sekretariat Adi Gunawan Institut yang beralamat di Villa Puncak Tidar Blok AE no. 40, Sumberjo, Kalisongo, Kec. Dau, Malang . Kedatangan Solider di Sekretariat Adi Gunawan Institut disambut hangat oleh Adi Gunawan dan istri. Lalu Solider berdiskusi tentang banyak hal dengan pendiri Adi Gunawan Institut tersebut, mulai dari politik, pergerakan organisasi-organisasi difabel Malang, tentang keprihatinaan terhadap kondisi difabel Malang di tengah pandemi, dan juga mengenai solusi apa yang harus dipikirkan oleh para aktivis difabel Malang untuk membantu perekonomian teman-teman difabel. Lalu diskusi tersebut mengerucut pada inovasi yang telah dilakukan oleh tim AGI, dengan menciptakan kelompok kerja batik netra. Adi  mengatakan, “Pesan positif yang ingin kami bangun dengan hadirnya batik netra ini adalah kita ingin mencoba untuk  mengatasi persoalan dan permasalahan. Kita mau mencari  solusi terhadap persoalan yang dihadapi oleh teman-teman difabel, khususnya difabel netra. Dengan adanya pandemi ini, otomatis pekerjaan utama teman-teman difabel netra kan terkena pukulan yang luar biasa. Mereka yang sebagai terapis tidak bisa memijat, mereka yang musisi  nggak bisa tampil diberbagai acara dan seterusnya. Mereka yang jualan pun juga  mengalami masalah. Nah, kita ingin mengubah atau membuat masalah itu menjadi sebuah perubahan atau solusi baru. Semangatnya itu. Jadi kita ingin mengubah atau membuat masalah ini menjadi sebuah peluang”.

Mewujudkan mimpi dan merealisasikan inovasi  tentu  tidak mudah. “Oleh karena itu kita harus mencoba berjuang sekeras mungkin”. Adi melanjutkan,   “ini  pesan kedua  adalah kita berusaha berjuang sekeras mungkin untuk bisa menembus atau melewati keterbatasan yang kita miliki. Supaya kita bisa melahirkan suatu karya baru, seperti itu. Sejalan dengan New Normal   yang sekarang ini dilakukan, mau tidak mau  di era New Normal ini kita harus punya sesuatu yang baru.” Kemudian ia menjelaskan mengapa  membentuk kelompok kerja difabel netra, “Kalau selama ini difabel netra  identik dengan pekerjaan-pekerjaan yang terbatas,seperti massage,  musik, dan seterusnya. Kita mau mencoba membuat satu kenormalan baru atau sesuatu yang baru, yaitu karya yang belum pernah  dilakukan oleh difabel netra sebelumnya. Kita mencetuskan akhirnya  batik netra ini.”

Di akhir diskusi,  Adi kembali menegaskan bahwa, belajar dari pengalaman, dirinya mendesain kegiatan ini.  Sebagian besar   teman difabel netra bekerja secara individu. Jadi mereka bekerjanya sendiri-sendiri. Jarang sekali ada  teman-teman difabel netra yang bisa bekerja secara tim work. “Kita ingin memunculkan batik netra juga dengan semangat kerjasama tim. Makanya itu  kita menggunakan atau membentuk kelompok kerja difabel netra. Selain kita  membuat hasil karya yang tentunya juga bisa diminati masyarakat,  kita  mengajarkan tentang pentingnya kerjasama disitu. Kita nggak bisa hidup sendiri, kita nggak bisa bekerja sendiri. Kita harus bekerja secara tim, dan bisa saling melengkapi    satu dengan lain, dan menghasilkan  sebuah karya bersama,” , paparnya.

 

Reporter: Andi Zulfajrin Syam

Editor     : Ajiwan Arief

 

The subscriber's email address.