Lompat ke isi utama
ilustrasi replikaasi desa inklusi

Menggagas Replikasi Desa Inklusif

Solider.id, Yogyakarta – Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa atau disingkat UU Desa merupakan angin segar bagi masyarakat Desa dalam peningkatan kualitas pembangunan di Desa yang memandatkan pengelolaan penyelenggaraan pembangunan Desa dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat. Dalam konteks ini, setiap warga Desa diposisikan sebagai subjek pembangunan, bukan hanya "subjek" otonom, tetapi juga "aktor" dari gerakan sosial yang menentukan tujuannya sendiri, menguasai sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut, dan mengarahkan proses yang mempengaruhi hidupnya sendiri. Sebagaimana ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pada Pasal 127 ayat 2 huruf d, bahwa penyusunan perencanaan dan penganggaran pembangunan di Desa wajib berpihak kepada kepentingan warga miskin, warga disabilitas, perempuan, anak, dan kelompok marginal. Artinya, Pemerintah memiliki harapan besar bahwa pembangunan Desa dapat diselenggarakan dengan menerapkan nilai-nilai inklusi sosial. Untuk itulah, perlu dibentuk dan dikembangkan Desa Inklusif dimana Desa sebagai ruang kehidupan dan penghidupan bagi semua warga Desa yang diatur dan diurus secara terbuka, ramah dan meniadakan hambatan untuk bisa berpartisipasi secara setara, saling menghargai serta merangkul setiap perbedaan dalam pembangunan desa.

Pada bulan November tahun lalu, Direktorat Jenderal Pembangunan Dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia menerbitkan Panduan Fasilitasi Desa Inklusif. Mengutip Taufik Madjid dalam pengantar panduan yang menyatakan bahwa panduan ini dibuat sebagai acuan bagi pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota maupun para penggiat pembangunan desa yang bersifat lintas pemangku kepentingan. panduan fasilitasi desa inklusif memuat prosedur kerja yang senantiasa bersifat sinergi lintas pemangku kepentingan sekaligus berfokus pada upaya menumbuhkan gagasan inovatif warga Desa menuju terwujudnya Desa yang kuat, maju, mandiri dan demokratis.

Pembentukan dan pengembangan Desa Inklusif tidak hanya berupa penyediaan layanan dasar, tetapi juga mencakup peningkatan kualitas layanan dasar maupun peningkatan partisipasi kelompok marginal dan rentan dalam penyelenggaraan desa. Fasilitasi Desa Inklusif harus dimulai dari kondisi yang senyatanya ada di Desa, untuk selanjutnya dilakukan langkah-langkah pemberdayaan bagi warga Desa. Pembentukan dan pengembangan Desa Inklusif ini selaras dengan agenda Pembangunan Berkelanjutan atau disebut juga Sustainable Development Goals (SDGs) yang memiliki prinsip pelaksanaan no-one left behind (tidak ada seorang pun yang ditinggalkan). Kekuatan utama penyelenggaraan Desa Inklusif adalah partisipasi warga Desa, utamanya partisipasi kelompok marginal dan kelompok rentan, termasuk didalamnya tentu saja kelompok difabel.

Tahun ini adalah tahun keenam sejak disahkannya UU Desa dan segala aturan turunannya, sehingga replikasi model penyelenggaraan Desa Inklusif menjadi sebuah terobosan untuk mempermudah warga Desa belajar tentang penerapan nilai-nilai inklusi sosial dalam penyelenggaraan Desa yang sudah terbukti secara nyata. Replikasi Desa Inklusif adalah upaya menyebarluaskan beragam praktik yang baik tentang penerapan nilai- nilai inklusi sosial dari Desa Percontohan ke desa-desa lainnya. Harapannya warga Desa akan lebih mudah meniru beragam praktik yang baik tentang inklusi sosial untuk dijalankan dalam kegiatan hidupnya sehari-hari. Demikian pula, para pendamping Desa akan lebih mudah memfasilitasi pemerintah Desa, BPD, dan masyarakat Desa untuk mengadopsi contoh-contoh kegiatan penerapan inklusi sosial dari Desa Percontohan untuk diadaptasikan ke Desanya masing-masing. Hal ini juga menjadi kewajiban bagi Pemerintah daerah kabupaten/kota, provinsi dan Pemerintah Pusat untuk memfasilitasi replikasi Desa Inklusif ini sesuai dengan lingkup kewenangan daerahnya masing-masing.

fasilitasi desa inklusi

Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam fasilitasi Desa Inklusif terdiri dari sepuluh tahapan, yaitu pertama, fasilitasi penguatan partisipasi warga desa yang merupakan faktor kunci yang dilakukan dengan cara penguatan partisipasi masyarakat, kaderisasi, pengorganisasian kelompok rentan yang diakui dalam SK Kepala Desa, penguatan kapasitas yang mencakup empat kapasitas dasar diantaranya kepemimpinan dan pengorganisasian, kemampuan mempengaruhi kebijakan, penguatan prakarsa lokal, serta pengembangan jaringan kerja. Kemudian perumusan kepentingan dan pencermatan bersama pada kondisi desa, penguatan aspirasi melalui BPD yang disampaikan ketika Musdes.

Kedua, fasilitasi penegakan kewenangan desa sesuai mandat UU Desa dengan cara melakukan deklarasi kewenangan Desa dan maklumat pelayanan. Ketiga, fasilitasi tata kelola Pemerintahan Desa dimana kepemimpinan dan keterbukaan kepala desa menjadi faktor penentu keberhasilan Desa Inklusif. Selain itu perlu dilakukan pelatihan kepemimpinan dan kaderisasi, juga penguatan kepada BPD dan penyelenggaraan Musyawarah Desa yang inklusif. Musyawarah Desa bersifat inklusif jika memberi kesempatan seluas-luasnya dan melibatkan serta memfasilitasi kelompok rentan yang didalamnya termasuk kelompok difabel dalam menyampaikan usulan-usulan.

Keempat, fasilitasi penyusunan produk hukum yang inklusif di Desa yang dilakukan dengan terbuka, partisipatif, dan akuntabel. Kelima, fasilitasi pembangunan Desa Inklusif dengan mengumpulkan seluruh aspirasi warga desa melalui BPD dan/atau Musdes kemudian dituangkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa). Tak kalah penting dalam proses ini adalah pemutakhiran data desa inklusif yang melibatkan pengumpulan data oleh kader Desa atau organisasi difabel di Desa (Kelompok Difabel Desa). Selanjutnya dilakukan pencermatan aset dan potensi aset desa kemudian menyusun perencanaan pembangunan Desa Inklusif yang secara jelas dan terpilah kegiatannya agar dapat dirasakan manfaatnya bagi kelompok rentan. Perencanaan Pembangunan Desa Inklusif ini tentu saja melihat kesesuaian dengan kemampuan finansial desa dengan menyusun prioritas anggaran untuk masing-masing kelompok.

 

Keenam, fasilitasi pelayanan dasar di Desa Inklusif seperti layanan pendidikan, kesehatan, perumahan, air minum, dan sanitasi. Selain itu, pelayanan publik di bidang administrasi kependudukan dan pertanahan juga dibutuhkan oleh kelompok rentan. Ketujuh, fasilitasi pengembangan kapasitas literasi Desa Inklusif melalui fasilitasi sekolah lapang dan perpustakaan Desa. Kedelapan, fasilitasi penguatan masyarakat peduli Desa Inklusif karena Desa Inklusif dibentuk oleh seluruh warga tanpa terkecuali. Kesembilan, fasilitasi penguatan adat dan budaya desa dengan cara melestarikan dan memajukan nilai-nilai tradisional dan kearifan lokal sebagai pedoman perilaku perangkat dan seluruh warga desa. Terakhir, fasilitasi keberlanjutan Desa Inklusif dengan mengidentifikasi dan mengalokasikan sumber daya yang ada di Desa, mengembangkan kerjasama antar Desa dan kemitraan dengan pihak ketiga. Cara lainnya adalah dengan mendeklarasikan diri sebagai Desa Inklusif atau ditetapkan sebagai Percontohan Desa Inklusif.

Suharto, Direktur Sigab, dalam paparannya sebagai pembicara pertama pada Pembukaan dan Seminar Nasional Temu Inklusi 2020 bertajuk Desa Inklusif: Membedah Indikator dan Regulasi, Merumuskan Strategi untuk Mereplikasi, Rabu (09/09) via daring memberikan rekomendasi jika ingin mereplikasi Desa Inklusif seperti yang telah dilakukan Sigab, yaitu dengan cara menyelenggarakan ToT (Training untuk Pelatih) Desa Inklusif bagi Tim Asistensi Desa. Kemudian mengadakan Sekolah Desa Inklusif untuk difabel, kader dan perangkat desa. Selain itu perlu juga menyebarluaskan Panduan Fasilitasi Desa Inklusif ke seluruh desa. Di samping juga ada regulasi yang menginstruksikan penerapan Desa Inklusif dan Penghargaan Desa Inklusif.

 

Reporter: Alvi

Editor     : Ajiwan Arief     

The subscriber's email address.