Lompat ke isi utama
tampilan layar diskusi online kekerasan perempuan difabel

Kerentanan Perempuan Difabel alami Kekerasan Seksual

Solider.id –  Kekerasan dan pelecehan seksual kerap dialami oleh perempuan difabel. Hal ini membuat perempuan difabel semakin rentan dan patut mendapatkan perlindungan. Sejauhmana perlindungan dan kebijakan di negara kita mengakomodir perempuan difabel agar terhindar dari kekerasan dan pelecahan seksual? Nurul Saadah direktur Sentra Advokasi Perempuan Difabel dan Anak (Sapda) memaparkan perempuan difabilitas banyak mendapatkan dua-tiga kali diskriminasi yang lebih banyak, apalagi difabel yang miskin, difabel berat, difabel mental dan intelektual, terkadang tidak hanya mendapatkan diskriminasi bahkan dianggap tidak dapat berdiri sendiri.

“Teman-teman perempuan difabel ini rata-rata mengalami berbagai kekerasan, dari 60 orang perempuan difabel yang kita teliti, lebih dari 70% mengalami kekerasan, baik itu kekerasan seksual, fisik, mental, maupun ekonomi.” Kata Nurul

Menurrutnya kekerasan seksual tidak hanya perkosaan, pelecehan, namun sekarang ini dilakukan oleh banyak orang melalui media sosial, serta banyak juga yang mengalami kekerasan ekonomi dimana difabel bekerja namun tidak dibayar atau tidak sesuai dengan upahnya.

“Untuk difabel mental, banyak sekali yang mengalami pemasungan, ini terjadi tidak hanya karena dianggap menggangu orang lain namun ada juga yang dipasung karena diperkosa dan hamil sehingga keluarganya merasa tidak nyaman dan diberatkan karena hal tersebut. Persoalan-persoalan ini tidak bisa diselesaikan dengan perangkat hukum yang ada walaupun sekarang sudah disahkan PP tentang akomodasi yang layak dalam proses peradilan bagi difabel, tetapi itu lebih ke sarana dan prasarana dan assessment, namun terkait dengan hukum acaranya belum ada,” tukasnya

Rata-rata pelaku kekerasan terhadap perempuan difabel atau anak difabel merupakan anggota keluarga atau orang yang sudah dikenal dengan baik. Ketika perempuan difabel mengalami kekerasan, belum ada rumah aman untuk difabel yang aksesibel.

“Saya ada kasus terkait anak difabel, dia autis dan mendapatkan kekerasan dari orrang tuannya, karena agresif dan autis maka dia dibesarkan di kandang kambing, setelah kita mengadvokasi kemudian anak tersebut dilarikan ke rumah neneknya yang sudah tua. Hal ini seharusnya, anak tersebut mendapatkan orang tua pengganti, namun di Indonesia belum ada sistem tersebut,” ujar Nurul

Hal ini juga menyangkut tentang perkawinan yang mendiskriminasi, misalkan ketika difabel intelektual menikah dan ingin bercerai, maka perceraian ini tidak akan diproses karena menganggap difabel tidak cakap hukum.

“Harusnya Negara mengambil alih agar permpuan lain atau ibunya yang menjadi korban karena beban kekerasan seksual yang dilakukan oleh seseorang, agar tidak terjadi kekerasan pada perempuan difabel, ibunya, dan anak yang dilahirkan. Ada kasus di salah satu SLB yang mengeluarkan 11 anak didik difabel rungu wicara dikarenakan hamil yang hampir bersamaan, ada yang sama pasangannya dan ada yang tidak, kemudian mereka dinikahkan dengan pasangannya dan juga ada yang nikah dengan pelaku yang tak disukai. Kami berusaha untuk melaporkan hal tersebut, namun pihak keluarga tidak mau, hal ini yang membuat proses advokasi berhenti, dan tidak menutup kemungkinan aka nada kekerasan lagi setelah mereka menikah,” jelasnya

Nailul Amany dosen hukum ketenagakerjaan mengatakan tercatat 87 kasus kekerasan terhadap perempuan difabel menurut catatan tahunan komisi nasional perempuan pada tahun 2019, dan 79% dari kasus tersebut adalah kasus kekerasan seksual yang didominasi oleh perkosaan.  Sebagian besar pelakunya tidak teridentifikasi oleh korban.

“Pada catatan tahunan Komnas Perempuan 2020, perempuan dengan difabilitas intelektual merupakan kelompok yang paling rentan dengan prosentase 47%. Tingkat kerentanan perempuan lebih rentan daripada laki-laki karena mempunyai fungsi reproduksi dan sisi biologisnya pun lebih rentan, dan difabel perempuan mempunyai kerentanan ganda. Hal ini juga tercantum pada Convention Rights Person with Disabilities (CRPD) mengakui bahwa difabilitas perempuan dan anak perempuan seringkali mempunyai resiko yang lebih besar terhadap kekerasan, cedera atau pelecehan, perlakuan yang menelantarkan atau mengabaikan, perlakuan buruk atau eksploitasi, baik di dalam maupun di luar rumah,” tutur Nailul

Beberapa faktor tingginya angka kekerasan seksual pada perempuan difabel adalah rape culture yaitu budaya yang memposisikan korban berkontribusi terhadap terjadinya pelecehan seksual, keterbatasan yang dimiliki perempuan difabel dimanfaatkan oleh pelaku, kerentanan khas pada perempuan difabel yaitu ada nilai sosial yang mengajarkan untuk patuh sebagai cerminan difabilitas yang baik, kemudian difabilitas mental dan intelektual yang menjadi korban kemungkinan besar tidak memahami jika dirinya menjadi korban.

“Menyangkut hambatan, banyak hambatan-hambatan dalam penegakan hukum, diantaranya stigma terhadap perempuan difabilitas yang dianggap tidak cakap hukum, kesaksian seringkali diragukan aparat penegak hukum dimana difabel dianggap tidak konsisten dalam menceritakan kronologi, usia korban ketika difabel intelektual usianya tidak sama dengan perkembangan dan cara berpikirnya, ketiadaan fasilitas pendukung, kemudian hanya melihat bukti fisik padahal ini tidak bisa menjadi satu-satunya acuan,” ungkapnya

Beberapa isi dari RUU PKS menjelaskan

  • Pelecehan seksual adalah delik aduan kecuali jika dilakukan terhadap anak, difabilitas, dan anak dengan difabilitas
  • Penyediaan fasilitas pendidikan bagi korban atau anak korban, termasuk untuk korban yang merupakan orang dengan difabilitas atau berkebutuhan khusus lainnya
  • Keterangan korban atau saksi orang dengan difabilitas mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan keterangan korban atau saksi non difabilitas
  • Ketentuan saksi yang disumpah dalam KUHAP dikecualikan terhadap keterangan korban atau saksi anak dan atau orang dengan difabilitas di hadapan pengadilan
  • Penuntut umum harus menyediakan fasilitas khusus untuk korban atau saksi dengan difabilitas
  • Pengadilan berkewajiban menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk membantu orang dengan difabilitas memberikan kesaksiannya

“Menurut saya, RUU PKS ini sudah mengakomodir sesuai yang dibutuhkan atau menjawab menangani hambatan dan tantangan yang ada di lapangan, dan tujuan RUU PKS ini adalah melindungi mereka terutama yang rentan, yaitu difabilitas yang memang senyatanya menghadapi kekerasan seksual,” jelasnya.[]

 

Reporter: Oby Achmad

Editor      : Ajiwan Arief

 

The subscriber's email address.