Lompat ke isi utama
ilustrasi layar laptop yang sedang menampilkan file PP AYL

PP Nomor 39 Tahun 2020 Mewujudkan Proses Peradilan yang Adil untuk Difabel

Solider.id - Peraturan Pemerintah (PP) akomodasi yang layak bagi masyarakat difabel dalam proses peradilan sudah ditetapkan, ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo dan diundangkan oleh Menteri hukum Dan HAM pada 20 Juli 2020. Putusan ini sebagai langkah untuk melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 36 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas.

Dalam PP tersebut terdapat lima bab dengan dua puluh lima pasal yang mengatur  ketentuan secara umum, bentuk akomodasi yang layak termasuk sarana dan prasarananya, peran serta masyarakat, pendanaan, dan ketentuan sebagai penutup. Yang kemudian ditetapkan menjadi: ‘Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2020 Tentang Akomodasi Yang Layak Untuk Penyandang Disabilitas Dalam Proses Peradilan.’

Kehadiran PP ini masih terbilang baru, hingga perlu disosialisasikan agar pada pelaksanaan di lapangan dapat digunakan sebagaimana mestinya. Dengan demikan, setiap harapan dan tujuan dibentuknya peraturan tersebut dapat terpantau dalam mengawalan semua pihak yang berkepentingan. Sesuai dengan fungsinya, yaitu mewujudkan proses peradilan yang adil untuk masyarakat difabel.

Isi PP Nomor 39 Tahun 2020

Dalam bab satu yang mengulas tentang ketentuan secara umum, poin pertama menyampaikan kembali mengenai pengertian difabel serta ragam kedifabelan. Berikutnya, akomodasi yang layak adalah modifikasi dan penyesuaian yang tepat dan diperlukan untuk menjamin penikmatan atau pelaksanaan semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental untuk masyarakat difabel berdasarkan kesetaraan.

Menyinggung pula tentang penilaian personal, yang diartikan sebagai upaya untuk menilai ragam, tingkat, hambatan dan kebutuhan masyarakat difabel baik secara medis maupun psikis untuk menentukan akomodasi yang layak. Selain itu juga menyebutkan tentang arti penerjemah sebagai akses komunikasi bagi difabel yang membutuhkan, dan pendamping difabel sebagai orang yang mampu dan paham mengatasi hambatan pada difabel yang didampingi.

Poin lainnya, menyoal tentang pengertian bantuan hukum, advokat, penyidik, penuntut umum, hakim, petugas permasyarakatan, pemerintah pusat. Pemerintah daerah, organisasi difabel, serta pembimbing kemasyarakatan. Istilah-istilah yang digunakan dalam proses peradilan dibahas dalam bab pertama dengan jelas. (Baca: PP Nomor 39 Tahun 2020.pdf)

Akomodasi Yang Layak

Pada bab dua ini, disampaikan dengan jelas akomodasi yang layak wajib disediakan oleh lembaga penegak hukum seperti: Kepolisian, Kejaksaan, Mahkamah Agung serta jajaran di bawahnya, dan mahkamah konstitusi. Serta lembaga lain yang terkait proses peradilan, dengan mengajukan penilaian personal kepada dokter atau tenaga kesehatan lainnya, psikolog atau psikiater. Fungsinya agar masyarakat difabel dalam proses peradilan tersebut diberikan akomodasi yang layak sesuai ragam kedifabelan yang dimiliki.

Adapun bentuk akomodasi yang layak dapat diberikan berupa layanan, sarana dan prasarana dalam setiap proses peradilan.

Bentuk Pelayanan

Masyarakat difabel mendapatkan perlakuan nondiskriminatif dalam proses peradilan, hingga memenuhi rasa aman dan nyaman. Pelayanan yang wajib diberikan selain hal itu juga ada lagi seperti, komunikasi yang efektif, pemenuhan informasi terkait hak masyarakat difabel dan perkembangan proses peradilan, menyediakan fasilitas komunikasi audio visual jarak jauh, menyediakan standar pemeriksaan difabel dan standar pemberian jasa hukum, serta menyediakan pendamping atau penerjemah.

Difabel selama proses hukum dapat memberikan keterangan dalam berbagai bentuk media komunikasi. Pihak penyidik dan penuntut umum wajib menyampaikan informasi pada difabel yang menjadi korban, keluarga difabel yang menjadi korban atau pada pendampingnya. Pendamping atau penerjemah yang disediakan harus berdasarkan persejutuan dari difabel yang bersangkutan  atau keluarganya.

Hakim dapat menggunakan fasilitas komunikasi audio visual jarak jauh untuk melakukan pemeriksaan terhadap difabel sesuai aturan yang berlaku, dengan pertimbangan hambatan dari difabel untuk hadir dipersidangan.

Advokat wajib memberikan bantuan hukum pada difabel sesuai peraturan, membuat dan mengembangkan standar pemberian jasa hukum yang diawasi oleh organisasinya. Pembimbing kemasyarakatan melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan selama proses peradilan.

Sarana dan Prasarana

Terkait akomodasi yang layak dalam sarana dan prasarana harus disesuaikan dengan kondisi difabel yang menjadi hambtannya. Atau hambatan lain yang ditentukan berdasarkan penilaian personal, dan dilakukan sesuai dengan kemampuan keuangan negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Untuk hambatan penglihatan: dapat disediakan komputer dengan aplikasi pembaca layar, laman yang sudah dibaca oleh difabel, dokumen tercetak dengan huruf braille, atau media komunikasi audio.

Untuk hambatan pendengaran, hambatan wicara dan atau hambatan komunikasi: dapat berupa papan informasi visual, media komunikasi menggunakan tulisan atau bentuk visual lain, hingga alat peraga.

Untuk hambatan mobilitas: dapat disediakan kursi roda, tempat tidur beroda, dan atau alat bantu lain sesuai kebutuhan.

Untuk hambatan pengingat dan konsentrasi: dapat berupa gambar, maket, boneka, kalender dan atau alat peraga lain.

Untuk hambatan intelektual dan hambatan perilaku dan emosi: bisa berupa obat-obatan, fasilitas kesehatan, fasilitas lain sesuai dengan kebutuhan. Dapat ditambahkan ruangan yang nyaman dan tidak bising untuk hambatan perilaku dan emosi.

Untuk hambatan mengurus diri sendiri: dapat menyediakan obat-obatan, ruang ganti yang mudah diakses, keperluan lain sesuai kebutuhan.

Untuk hambatan lain, dapat ditentukan berdasarkan hasil penilaian personal.

Sarana prasarana lain yang wajib disediakan lembaga penegak hukum juga dapat berupa: ruangan yang sesuai dengan standar dan mudah diakses difabel, sarana transportasi yang mudah diakses bagi difabel ke tempat pemeriksaan sesuai kewenangan, fasilitas yang mudah diakses pada bangunan gedung sesuai perudangan yang berlaku.

Peran Serta Masyarakat  

Dalam bab tiga diulas tentang peran serta masyarakat saat mengetahui adanya proses peradilan yang dialami oleh difabel. Masyarakat dapat berkontribusi dan berpartisipasi selama proses peradilan berlangsung.

Bagaimana peran serta masyarakat dilibatkan dalam memberikan akomodasi yang layak untuk difabel dalam sebuah proses peradilan?

Masyarakat dapat berperan dalam bentuk pendamping difabel selama dalam proses peradilan, memantau terhadap proses peradilan penanganan perkara yang dialami difabel, melakukan penelitian dan pendidikan akomodasi yang layak bagi difabel dalam proses peradilan, hingga pelaksanaan sosialisasi mengenai hak difabel serta peraturan perundangan yang berkaitan dengan akomodasi yang layak bagi difabel dalam proses peradilan.

Pendanaan

Bab empat mengulas hal yang paling banyak diperlukan dalam sebuah proses peradilan. Yaitu berkaitan dengan pendanaan.

Pendanaan yang dapat digunakan dalam pemenukan hak akomodasi yang layak bagi difabel dalam menjalani proses peradilan dapat diambil dari sumber: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),  Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengalokasikan dana bantuan hukum untuk masyarakat difabel dalam proses peradilan sesuai dengan kemampuan keuangan negara dan sesuai dengan peraturan undang-undang.

Ketentuan Penutup

Pada bab lima tentang ketentuan penutup, pemerintah memberlakukan PP akomodasi tersebut sesuai tanggal yang ditetapkan yaitu 20 Juli 2020, dengan harapan agar semua orang mengetahuinya. Memerintahkan pengundangan PP ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2020 Nomor 174.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2020 Tentang Akomodasi Yang Layak Untuk Penyandang Disabilitas Dalam Proses Peradilan ini disyahkan dalam rangka mewujudkan proses peradilan yang adil bagi difabel berdasarkan persamaan hak, dan kesempatan serta menghilangkan praktik diskriminasi. Hal tersebut dapat dilaksanakan dengan mengadakan aksesibilitas dan akomodasi yang layak dalam proses peradilan.[]

 

Reporter: Srikandi Syamsi

Editor     : Ajiwan Arief

The subscriber's email address.