Lompat ke isi utama
Relawan KPSI Solo Raya sedang memberikan edukasi kepada penyintas ODS/ODGJ dan caregiver saat pandemi

Mengelola Faktor Risiko Kambuh Difabel Mental Psikososial Saat Pandemi

Solider.id, Surakarta- Oktavi (bukan nama sebenarnya) remaja 19 tahun penyintas difabel skizofrenia. Ia tinggal bersama ibu dan adik kandungnya di sebuah rumah kecil dengan luas tak lebih dari 30 meter. Rumah itu terletak di pinggir jalan utama Kampung Joyotakan, Kecamatan Serengan.

Oktavi mengalami gangguan kejiwaan saat duduk di bangku SMK sekira tiga tahun lalu dengan gejala awal didiagnosis penyakit epilepsi. Waktu itu, ia dirawat di sebuah rumah sakit umum, sebelum mendapat rujukan ke RSJD Surakarta dan menjalani rawat jalan hingga sekarang.

Jika kondisi sedang tidak kondusif, seperti karena ada permasalahan keluarga, Oktavi sering mengalami kambuh dan memaksanya kembali ke RSJD Surakarta. Di awal bulan Ramadan kemarin, tepatnya beberapa hari menjelang Idul Fitri, ia dinyatakan sembuh dan bisa pulang ke rumah.

Seorang relawan dari Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) Solo Raya yang mendampingi Oktavi dan keluarganya beberapa kali menyambanginya. Memastikan sulung dari dua bersaudara tersebut dalam keadaan baik-baik saja.

Menurut relawan tersebut, dii saat kondisi pandemi Covid-19 dan era kenormalan baru seperti ini, Oktavi dan beberapa penyintas lainnya memiliki risiko kekambuhan lebih tinggi. Mereka menjadi lebih sensitif dengan kondisi baru dan tidak bisa menerima keadaan/kondisi kekinian terkait COVID-19.

Jika dalam keadaan stabil, Oktavi biasa membantu ibunya melakukan pekerjaan rumah tangga. Namun jika sedang tidak stabil, si ibu selama 24 jam mengawasi dan memperlakukannya seperti anak-anak pada umumnya.

“Kalau sudah begini, saya tidak dapat bekerja di luar rumah, hanya bisa ambil kerjaan di rumah seperti ini,” tutur Ibu Oktavi sambil memperlihatkan gulungan kain batik yang siap untuk dilipat rapi, menjadi potongan kain bahan baju, Sabtu, (13/6).

Sejak Kasus Luar Biasa (KLB)pandemi Covid-19 diberlakukan di Kota Surakarta awal Maret hingga awal Juni, ibunda Oktavi menerima bantuan sembako dari KPSI untuk menopang kehidupan keluarga kecil itu.

“Anak saya juga berobat dengan fasilitas JKN KIS PBI jadi gratis dan kami tercatat sebagai keluarga penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH),”tuturnya.

Bagaimana ODS/ODGJ Pendamping Mengelola Kesehatan Jiwa

Pada pertengahan Mei kemarin, Sak Liung, seorang psikiater dari RSJ Prof dr Soerojo Magelang, melakukan siaran langsung di Instagram KPSI Magelang. Dia menjelakan beberapa langkah yang bisa dilakukan dalam mengelola emosi penyintas ODS/ODGJ agar tidak kambuh saat pandemi Covid-19.

Menurut Sak, sangat wajar bahwa orang-orang dengan gangguan jiwa terkena dampak karena ODS/ODGJ rentan mengalami stres. Sehingga, peran pendamping sangat dibutuhkan untuk memberikan arahan dan memahamkan protokol kepada ODS/ODGJ.

Beberapa tips diberikan psikiater kepada pendamping, baik dari keluarga ataupun dari pihak RS untuk menjaga kesehatan jiwa. Seperti memahamkan tentang kesehatan jiwa itu sendiri, sampai peningkatan kecemasan selama masa pandemi.

“Kita lihat kecemasan, ketegangan, kemarahan, katanya seperti menular. Kalau di rumah semua tegang maka ODS/ODGJ seperti pengin relaps (red: kambuh) saja,”ungkapnya.

Selain itu, pendamping juga harus memenuhi kebutuhan dasar penyintas ODS/ODGJ. Seperti makan, minum, vitamin, obat, istirahat yang cukup. Mereka akan mengalami kemunduran jika kebutuhan dasar tidak terpenuhi dengan cara marah, meluapkan emosi atau menangis.

Cara lain yang bisa dilakukan pendamping dengan memberikan penjelasan dengan perlahan tentang kondisi hari ini dan menjelaskan protokol. Mulai dari memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menyediakan hand sanitizer, menjaga jarak dan berperilaku hidup bersih.

Kebijakan Baru bagi ODS/ODGJ

Pada saat pandemi, banyak rumah sakit jiwa menerapkan penjadwalan ulang atau perubahan strategi konsultasi. Pasien bisa melakukan telemedicine, yakni pelayanan medis jarak jauh dan obat bisa diantar dengan menggunakan aplikasi ojek daring.

Di saat era kenormalan baru, rumah sakit jiwa pun juga melakukan penyesuaian-penyesuaian. Seperti yang terangkan pihak RSJD Dr. Arif Zainudin dalam sebuah siaran bertajuk Bincang Kesehatan Jiwa bersama KPSI Solo Raya dan Solopos FM (16/6).

Banu, dokter dari RSJD Dr. Arif Zainudin mengemukakan, ODGJ diharuskan kontrol rutin dengan mengikuti jadwal dan aturan baru. Seperti jam jenguk yang hanya bisa satu orang dengan waktu yang sudah ditentukan. Kegiatan menjenguk dilakukan di ruangan khusus yang didesain menyesuaikan protocol.

“Saya salut teman-teman ODGJ yang kontrol semua pakai masker mengikuti protokol kesehatan,” imbuhnya.

Protokol kesehatan lainnya adalah tersedianya wastafel dan pemeriksaan suhu tubuh dengan thermo gun. Kemudian di ruang perawatan inap disediakan bangsal khusus bagi semua pasien yang memiliki gejala Infeksi Saluaran Pernafasan Atas (ISPA).

Beberapa tips diberikan psikiater kepada pendamping, baik dari keluarga ataupun dari pihak RS untuk menjaga kesehatan jiwa. Seperti memahamkan tentang kesehatan jiwa itu sendiri, sampai peningkatan kecemasan selama masa pandemi.

“Kita lihat kecemasan, ketegangan, kemarahan, katanya seperti menular. Kalau di rumah semua tegang maka ODS/ODGJ seperti pengin relaps (red: kambuh) saja,”ungkapnya.

Selain itu, pendamping juga harus memenuhi kebutuhan dasar penyintas ODS/ODGJ. Seperti makan, minum, vitamin, obat, istirahat yang cukup. Mereka akan mengalami kemunduran jika kebutuhan dasar tidak terpenuhi dengan cara marah, meluapkan emosi atau menangis.

Cara lain yang bisa dilakukan pendamping dengan memberikan penjelasan dengan perlahan tentang kondisi hari ini dan menjelaskan protokol. Mulai dari memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menyediakan hand sanitizer, menjaga jarak dan berperilaku hidup bersih.[]

 

Reporter: Puji Astuti

Editor: Robandi

The subscriber's email address.