Komunitas Sahabat Dengar Purwokerto Mulai Bergerak Promosi Bahasa Isyarat secara Virtual
Solider.id, Yogyakarta - Selama masa “di rumah aja”, Komunitas Sahabat Dengar bekerjasama dengan Komunitas Typist Purwokerto mengajak khalayak umum berkenalan dengan komunitas Tuli dan bahasa isyarat melalui media zoom pada hari Sabtu, 6 Juni 2020. Aulia Nabila/Bella sebagai pembicara pada kegiatan berjudul New Equality menjelaskan mengenai perbedaan antara Tuli dan tunarungu. Sebagai seorang Tuli, Bella mengakui lebih nyaman menggunakan istilah Tuli karena baginya, Tuli merujuk kepada sebuah komunitas minoritas pengguna bahasa isyarat dan sebagai sebuah identitias bagi dirinya. “Istilah Tuli muncul dari perspektif sosial kalau tunarungu itu dari perspektif dokter/medis. Lalu untuk pemakaian tuli “t” kecil itu menunjukkan pada kondisi audiologis /tidak mendengar. Kalau Tuli “T” kapital lebih itu menunjukan identitas yang lebih baik, Tuli memiliki bahasa isyarat dalam berkomunikasi dan tidak menganggap mereka cacat”, terang Bella menggunakan bahasa isyarat.
Webinar yang diikuti oleh 28 peserta ini juga memaparkan mengenai budaya Tuli, istilah audism, dan cara berkomunikasi dengan Tuli. Bella menjelaskan beberapa contoh budaya Tuli, diantaranya adalah dalam berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat dan mengandalkan kemampuan visual, serta membutuhkan pencahayaan yang terang. “Budaya Tuli mengandalkan visual ketika berbicara jadi harus terjadi ‘eye contact’ atau kontak mata jika tidak demikian akan dianggap tidak sopan. Ketika berkomunikasi wajib di tempat yang pencahayaannya terang agar dapat mendeteksi gerak isyarat dan ekspresi muka”, imbuh mahasiswi IT Telkom Purwokerto jurusan Desain Komunikasi Visual ini.
Bella kemudian menjelaskan maksud dari istilah audism kepada peserta webinar yang mayoritas adalah orang Dengar yang baru berkenalan dengan budaya Tuli. “Audism adalah keyakinan bahwa orang Dengar lebih superior daripada Tuli sehingga mempengaruhi perlakuan orang-orang Dengar terhadap Tuli. Orang-orang dengar berprasangka bahwa Tuli memiliki kehidupan yang menyedihkan. Mereka cenderung memaksa Tuli harus menjadi orang Dengar semirip mungkin , bila perlu menghindari bahasa isyarat”, jelasnya.
Peserta kemudian diajak untuk berlatih bahasa isyarat dasar seperti abjad dan kata sapaan. Bella meminta kepada semua peserta untuk menyalakan fitur video agar dirinya dapat melihat peserta sudah mengeja huruf isyarat dengan benar atau masih perlu diperbaiki. Pada sesi tanya jawab, Nur Ilham sebagai salah satu peserta bertanya mengapa abjad yang diajarkan menggunakan dua tangan sedangkan dirinya pernah melihat ada abjad yang hanya menggunakan satu tangan. Kemudian Bella menjelaskan bahwa bahasa isyarat di masing-masing daerah dan negara berbeda-beda. “Bahasa Isyarat Indonesia / BISINDO menggunakan abjad dengan dua tangan, kalau yang satu tangan itu sebetulnya adalah bahasa isyarat asli Amerika namun digunakan oleh guru-guru SLB yang menggunakan SIBI / Sistem Isyarat Bahasa Indonesia. Meskipun bahasa isyarat tiap daerah berbeda-beda namun kami sebagai Tuli pengguna bahasa isyarat biasanya tidak menemui kendala dalam berkomunikasi“, imbuh perempuan asal Bekasi ini.
Di akhir sesi, moderator kemudian menjelaskan bahwa webinar ini bukanlah webinar terakhir. Komunitas Sahabat Dengar juga berencana akan mengadakan webinar dengan pembahasan lainnya dan juga mengajarkan bahasa isyarat secara online dan gratis. Webinar ini adalah webinar pertama sebagai wujud dukungan relawan Dengar kepada komunitas Tuli dalam mempromosikan budaya Tuli dan bahasa isyarat di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah.
Reporter: Ramadhany Rahmi
Editor : Ajiwan Arief