Pembentukan Komite Disabilitas Kabupaten Klaten Mutlak Libatkan Organisasi Difabel
Solider.id, Klaten - Keterlibatan organisasi difabel dalam pembentukan Komite Disabilitas Kabupaten Klaten mutlak diperlukan. Sebab harus sesuai dengan nafas gerakan difabel. Apalagi tujuan pembentukan komite ini jelas untuk mengawal pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan di Kabupaten Klaten telah memiliki Perda nomor 2 tahun 2011 tentang kesetaraan, kemandirian, dan kesejahteraan difabel. Perda tersebut adalah perda inisiasi yang diusung oleh para penggerak difabel yang pada waktu itu tergabung dalam Persatuan Penyandang Cacat Klaten (PPCK) yang sekarang berganti menjadi Persatuan Penyandang Disabilitas Klaten (PPDK) bersama DPRD setempat.
Dalam Perda tersebut tertulis di pasal 45 ayat 1 dan 2 bahwa (1) Bupati melaksanakan pembinaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan kesetaraan, kemandirian dan kesejahteraan difabel. (2) Untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan Bupati membentuk Tim Pembinaan dan Pengawasan Kesetaraan, Kemandirian dan Kesejahteraan Difabel (DP2K3D), kemudian tim ini dibentuk pada tahun 2012 dengan Surat Keputusan (SK) Bupati Nomor 460/197/2012. Demikian paparan Setyo Widodo, dari PPDK saat seminar tentang pentingnya pembentukan Komite Disabilitas atau Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas (KP2HPD), di Gedung B2 Komplek Pemkab Klaten, Rabu (18/12/2019).
Masih banyak kendala/hambatan saat tim yang lama (DP2K3D) bekerja di Kabupaten Klaten antara lain meski difabilitas sudah menjadi isu lintas sektoral, namun pada saat rapat pertemuan masih banyak anggota tim yang tidak hadir. Kemudian, terkait pergantian pejabat dari OPD yang membuat tidak adanya transfer pengetahuan kepada pejabat yang baru. Anggota DP2K3D yang pada awalnya memiliki komitmen kemudian di tengah-tengah perjalanan, komitmen itu meluntur alias abai akan tidak seperti pada awal. Itulah mengapa kemudian PPDK mengambil inisiatif dibentuknya tim baru dengan nama Komite Difabilitas atau KP2HPD. Dan diharapkan tim baru nanti akan lebih berwarna, dengan anggota adalah multistakeholder, namun dengan catatan porsi keanggotaan dari difabel pegiat organisasi lebih besar. Tim ini juga diharapkan juga mendapat legalitas dari pemangku kebijakan yakni bupati.
Winarta, Komisioner Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas Yogyakarta yang menjadi salah seorang narasumber seminar mengatakan bahwa komitenya didirikan berdasarkan payung hukum Perda DIY Nomor 4 Tahun 2012 serta Pergub No.31 Tahun 2014 dengan masa kerja per periode adalah tiga tahun, dan direncanakan ditambah menjadi 5 tahun. Tim yang ada adalah hasil seleksi dari bentukan Dinas Sosial DI.Yogyakarta beranggotakan sembilan orang. Dengan dukungan Pemda DIY, tim saat ini memiliki kantor sekretariat, tenaga teknis, asisten komite dan seorang asisten ketenagakerjaan. Kegiatan Komite Disabilitas DIY juga mendapat dukungan APBD melalui dinas sosial. Sedangkan fungsi komite adalah melakukan mediasi, komunikasi dan memberikan informasi terkait difabilitas kepada pemerintah daerah, menerima pengaduan serta menindaklanjuti aduan dari difabel jika ada kasus. “Komite ini jadi kanal, tempat pengaduan difabel jika ada kasus atau masalah yang harus diteruskan kepada pemerintah,”terang Winata.
Kliwon, anggota PPDK yang hadir saat seminar kepada solider mengatakan keprihatinannya sehingga penting untuk dibentuk komite disabilitas adalah karena saat ini masih ada pandangan masyarakat yang memandang difabel hanya sebagai beban. Menurutnya sosialisasi kepada masyarakat harus terus digalakkan untuk menghapus stigma. “Padahal dari kami banyak yang mandiri, seperti di tempat kami yakni Desa Kalikotes, kami berpandangan jauh ke depan dengan membentuk komunitas di desa,” ujar Kliwon.
Reporter: Puji Astuti
Editor : Ajiwan Arief