216 Difabel Mental Intelektual Masuk DPT Pemilu 2019 KPU Surakarta
Solider.id, Surakarta- 216 difabel mental intelektual tercatat sebagai Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surakarta.
Jumlah tersebut tersebar di lima wilayah kecamatan, yakni kecamatan Laweyan 43 orang, Serengan 34 orang, Pasar Kliwon 4 orang, Jebres 79 orang dan Banjarsari 79 orang. Secara keseluruhan, calon pemilih difabel dari berbagai ragam difabilitas yang tercatat sekira 1043 difabel.
Kajad Pamuji Joko Waskito, komisioner KPU Surakarta menjelaskan proses pendataan difabel mental intelektual dilakuakan melalui pendekatan dari rumah ke rumah difabel yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik. Hal itu ia katakan pada saat siaran rutin Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) Surakarta dan RSJD dr Arif Zainudin di Radio Solopos Fm, Rabu (19/12).
Kajad menjelaskan jika pemilih yang dirawat di rumah sakit atau panti maka dia bisa mengajukan proses memilih dilakukan di TPS dekat rumah sakit atau panti dengan mengisi formulir pindah pemilih.
Sebagaimana Pasal 44 Undang-Undang No. 7/ 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur tentang akomodir pemilih di rumah sakit, DPT ditambah 2 persen jumlah pemilih yang terdaftar, juga kesempatan bagi pemilih yang mengajukan pindah untuk tempat memilih.
Seorang pendengar siaran radio yang mempertanyakan tentang siapakah yang menentukan petugas pemilu untuk mencatat difabel mental intelektual?
Kajad Pamuji menjawab, “semua petugas pencatat harus paham aksesibilitas, dan apakah difabel mental intelektual bersangkutan memiliki KTP-el. Kemudian apakah calon pemilih difabel mental intelektual memiliki formulir C6, bagi warga yang sudah memiliki KTP-el tetapi belum masuk DPT.”
Menurut Kajad, selama terdaftar, difabel masih bisa memilih. difabel mental intelektual boleh didampingi oleh pendamping, diutamakan anggota keluarga difabel itu sendiri. Pihak keluarga mendaftarkan pemilih difabel untuk mendapat formulir C3 (formulir pendamping) dengan memegang teguh asas pemilu.
Terkait peraturan yang menyebutkan bahwa pemilih ODGJ harus menyertakan surat dari dokter, Adriesti Herdaetha angkat bicara. Menurutnya proses tersebut akan sulit. jika misalnya 216 ODGJ tersebut harus dilayani oleh psikiater, sedang jumlah psikiater sangat terbatas.
Pada siaran yang berdurasi 60 menit tersebut, salah satunya dari pegiat KPSI Simpul Solo Raya yang menyerukan kapada segenap masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran melalui sosialisasi. Tidak hanya menjadi tugas dan kewajiban KPU sebagai penyelenggara pemilu tetapi semua elemen masyarakat untuk lebih sadar dan peduli terhadap warga difabel, terutama difabel mental intelektual.
Reporter : Puji Astuti
Editor : Robandi