Lompat ke isi utama
terapi korban kekerasan dengan EMDR

Metode Eye Movement Desensitisation and Reprocessing Efektif Bagi Difabel Korban Kekerasan

Solider.id, Surakarta - Metode Eye Movement Desentisation and Reprocessing (EMDR) adalah salah satu metode yang diterapkan pada kasus-kasus trauma kekerasan. Metode ini pada intinya adalah melakukan pergerakan tubuh secara bilateral untuk menyeimbangkan fungsi otak kanan dan kiri. Pendekatannya dengan delapan fase pertemuan yang memandang gangguan didasarkan pada informasi persepsi yang disimpan secara salah. Pada delapan tahap tersebut yang paling penting adalah tahap pertama dan kedua atau yang biasanya disebut assesment awal yakni mendapatkan riwayat pohon keluarga, penilaian mendalam, sistematika, menyeimbangkan trauma dengan kekuatan, penjelasan tentang EMDR, dipahami dan dicerna, tempat yang aman dan tenang serta pentingnya penasihat. Penanganan dengan metode ini bisakah diterapkan pada korban yang kebetulan mengalami difabel netra, Tulia tau difabel Daksa?

Ditemui saat melakukan bimbingan dan pelatihan EMRD dengan peserta adalah para pendamping korban kekerasan yang bekerja di LSM dan staf RSJD dr Arif Zainudin, Selasa (18/12), dr. Debree, Sp.KJ, MKes mengatakan bahwa bagi difabel netra korban kekerasan, proses menggerakkan mata, dengan melihat pemandangan yang indah di luar ruangan bisa diganti dengan tangan yang bersilang bertumpu pada dada (butterfly hug) atau tangan yang bersilang di paha dengan gerakan menepuk.  Sedangkan bagi korban Tuli, syaratnya hanya disediakan penerjemah bahasa isyarat. Jika korban adalah difabel daksa tanpa tangan, maka opsi yang digunakan adalah dengan menggerakkan kedua kaki dengan bersilang. Metode inilah yang digunakan saat berada di dalam ruangan, antara korban dan pendamping (terapis) yang melakukan healing (penyembuhan). Metode EMRD dalam satu tahapannya menerapkan bahwa terapis bertugas untuk menguatkan dan membantu klien untuk mengenali kekuatannya.

Dr. Maria Rini, Sp.KJ kepada Solider menjelaskan bahwa EMDR bisa diterapkan kepada korban kekerasan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) namun dengan catatan bahwa insight (tilik diri) bagus. Tilik diri adalah suatu kemampuan untuk menilai diri sendiri. Beberapa referensi menyatakan bahwa metode EMDR tidak bisa digunakan bagi korban anak, usia di bawah 10 tahun. Seorang psikiater yang bertugas di klinik dan konseling jiwa anak RSJD dr Arif Zainudin mengatakan bahwa metode EMDR ini juga tidak bisa diterapkan bagi anak spektrum autis. 

 

Wartawan          : Puji Astuti

Editor                : Ajiwan Arief

The subscriber's email address.