Lompat ke isi utama
Sutri dan Kelompok Difabel Bina Mandiri dalam pertemuan bulanan yang pertama.

Cerita Wahyu dan Sutri, Difabel yang Belum Tersentuh Pengorganisasian

Solider.id, Karanganyar- Delingan adalah salah satu wilayah kelurahan di Kecamatan Karanganar, Kabupaten Karanganyar.Wilayah ini memiliki berbagai potensi seperti Waduk Delingan yang dibangun pada zaman Belanda, Bumi Perkemahan Delingan serta Taman Memorial Delingan, dan makan warga keturunan Tionghoa yang tinggal di Surakarta dan sekitarnya.

Namun begitu, selama ini belum ada organisasi atau kelompok difabel yang lahir di sana. Bahkan tak satu pun pegiat difabel Kabupaten Karanganyar yang tinggal di Delingan. Demikian ungkap Wahyu (21), difabel daksa yang sehari-hari bekerja di Taman Makam Delingan. Sementara itu, terkait dengan jumlah difabel, selama ini fihak kelurahan tidak memilikii data yang valid.  

Wahyu, sulung dari tiga bersaudara penduduk Dusun Jrakah lulusan Pondok Pesantren Bangsri Karangpandan selama ini aktif di organisasi karang taruna di kampungnya. Selama ini dia belim pernah ikut organisasi/komunitas difabel baik di tingkat kabupaten maupun kecamatan. Alasannya, karena sebagian hidupnya banyak dia habiskan di pondok pesantren sebelum pulang kembali ke rumah dan bekerja peruh waktu di kompleks makam. Kondisi tersebut seperti memutus tali informasi apa pun terkait kegiatan difabel di kabupaten Karanganyar. Apalagi pihak kelurahan belum memiliki pemahaman tentang pengarusutamaan difabel.

Suatu hari Wahyu pernah ditawari oleh seorang teman untuk mendapat peluang belajar di BBRSBD Prof. Soeharso Surakarta namun kesempatan itu tidak diambilnya. Dia keberatan ketika harus tinggal di asrama karena kondisi orangtua yang semakin butuh perhatian. Apalagi pelatihan membutuhkan waktu sekira satu tahun. Namun demikian, pernah sekali dia mengikuti pelatihan tataboga di Semarang yang difasilitasi oleh sebuah kantor.

Wahyu tertarik datang di pertemuan pertama komunitas difabel Bina Mandiri Delingan atas ajakan Sutiyah, sang ketua. Langkah pertamanya adalah dengan membantu Sutiyah mendata difabel yang ada di wilayah dusunnya, lalu data itu diserahkan kepada pengurus. Beberapa anak difabel yang tinggal di Kelurahan Delingan akan mendapat fasilitas terapi yang didukung program Liliane Foundation, setelah dilakukan pre assasment. Kegiatan ini untuk mendorong agar difabel dan orangtua dari anak difabel untuk aktif berorganisasi. Sehingga ketika ada informasi terkait pelatihan misalnya, difabel warga Kelurahan Delingan bisa mengaksesnya.

Tak beda dengan Wahyu, Sutri (21), Tuli, anak perempuan Ngatmi juga mengalami kesulitan untuk mengakses info terkait difabilitas. Sutri tidak bisa membaca dan menulis. Ngatmi dalam keseharian menggunakan bahasa isyarat sederhana yang dipahami oleh kedua belah pihak. Sutri rajin membantu ibunya mengerjakan pekerjaan rumah sehari-hari, bahkan jika ada tetangga yang punya kerja, Sutri ringan tangan membantu. “JIka saya menyuruhnya membeli bumbu di warung, dia bisa, saya menyuruh membeli barang apa pun dia tahu dengan cara kami menggunakan bahasa isyarat,”terang Ngatmi. Sutri ingin belajar membaca. Dia juga ingin belajar memasak. Sutri ingin difasilitasi. Kebutuhan tersebut akan terpenuhi jika Sutri aktif berorganisasi.

Binti Sarifah, petugas lapangan PPRBM Solo dari program CBM EU telah menyanggupi Sutri untuk memfasilitasi belajar membaca dan menulis. Demikian pula kegemarannya memasak telah masuk pendataan kelompok, sewaktu-waktu jika ada pelatihan, Sutri siap mengikuti. Kegiatan pertemuan pertama kelompok Difabel Bina Mandiri Delingan untuk pertama kali pada Rabu (1/8) juga menampung berbagai permasalahan yang masih dihadapi oleh keluarga difabel seperti stigma, kurangnya pemahaman orangtua difabel akan pentingnya bersosialisasi , kekhawatiran jika anak-anak difabel akan dimanfaatkan untuk hal-hal buruk dan paradigma terkait  ‘charity’ yang harus diluruskan.

Wahyu dan Sutri hanyalah contoh kasus betapa difabel selama ini masih terabaikan hak-haknya. Mereka butuh wadah untuk berorganisasi untuk mengaktualisasikan diri. Pentingnya berorganisasi ini harus disadari oleh semua kalangan, terasuk difabel yang selama ini mungkin tinggal di pedesaan dan tersebar diseluruh pelosok negeri. Mereka harus terorganisir dengan baik agar segala bentuk kebutuhan dan kemungkinan potensinya dapat dipetakan dengan baik. [Puji Astuti]

The subscriber's email address.