Lompat ke isi utama
SUASANA SIANG DI fpdb Bantul

Dari Services Kursi Roda sampai Modifikasi Motor Roda Tiga

Solider.or.id, Bantul. Ada berbagai ragam upaya yang dilakukan organisasi difabel untuk terus menghidupi dapur organisainya secara mandiri. Disamping tetap memperjuangkan hak-hak mereka melalui jalan advokasi, juga menggali dan mengasah potensi yang dimiliki untuk menciptakan sesuatu yang lebih produktif.

Salah satunya yakni Forum Peduli Difabel Bantul (FPDB), organisasi difabel yang lahir di daerah selatan kota Yogyakarta. Mereka memiliki usaha mulai dari perbaikan kursi roda, memproduksi mainan edukatif, sampai modifikasi motor roda tiga.

Siti Muslihah Fakhri koordinator divisi Alat Bantu menceritakan, FPDB lahir dari sekelompok orang yang sedari awal memang hobi mengutak-atik sepeda motor. Meski awalnya mereka lebih sering memperbaiki kursi roda sendiri, atau kawan-kawan lain pengguna kursi roda yang kebingungan untuk sekadar menggantii laker kursi roda sudah mulai berkarat dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

“Mengapa diperbaiki dan tidak membeli baru saja? Apa tidak beresiko bagi penggunanya?”

Menurut Siti, kondisi ekonomi yang sulit waktu itu membuat kawan-kawan lebih kreatif. Hasil kerja kawan-kawannya tidak mengecewakan, perbaikan kursi roda cukup bertahan lama dan lebih efisien. “Memperbaiki kursi roda jalan terbaik daripada harus membeli baru yang bila mendengar harganya, kita mesti berpikir dua kali” kisah Siti, sapaan akrab Siti Muslihah Fakhri.

Bagi Siti, upaya tersebut lebih realistis jika para pengguna kursi roda memperbaiki kursi rodanya daripada harus membeli baru. Sebab tidak semua difabel secara ekonomi mampu untuk membelinya dan tidak mungkin menunggu tersedianya kursi roda baru dari pemerintah.  Alat tersebut sudah menjadi kebutuhan primer bagi penggunanya dalam beraktivitas maupun dalam bermobilitas sehari-hari.

“Lebih hemat pengeluaran juga” tambahnya.

Siti mencontohkan hitungan besaran biaya pengeluaran dari perbedaan tersebut. Semisal, jika sebuah kursi roda tidak berfungsi karena laker yang sudah berkarat dan aus. Satu laker dihargai berkisar Rp. 10.000 dikalikan dengan 16 jumlah semua laker kursi roda yang akan diganti. Maka bisa diketahui biaya yang dikeluarkan yang hanya berkisar Rp. 160.000 ditambah ongkos perbaikan. Sedangkan jika membeli baru, harga kursi roda bisa mencapai Rp. 750.000 sampai jutaan.

Selain berangkat dari hobi, menurut Siti, FPDB lahir dari embrio ragam keresahan, kegelisahan, dan kegeraman dari pengalaman hidup yang dialami kawan-kawannya, terhadap kondisi yang dirasa tidak berpihak kepada mereka.

Hal itulah yang mempertemukan mereka, pada awal 2008 silam. Sampai kemudian kesadaran untuk berorganisasi muncul. Mereka merasa perlu membentuk sebuah organisasi untuk mengubah kondisi sosial yang sangat tidak menguntungkan. Kesadaran bersama tersebut menurut Siti, membuat kawan-kawannya konsisten dalam memperjuangkan hak-haknya.

Sampai kemudian, pada 2013 FPDB resmi menjadi organisasi. Mereka getol menyuarakan hak-hak difabel dalam berbagai aspek kehidupan. Intens dengan kegiatan rutin untuk berkumpul mendiskusikan suatu persoalan. Mengadakan audiensi dengan pemerintah untuk mengawal, dan mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak berpihak.

Sekretariat FPDB berada di daerah Ngaglik, Patalan, Jetis, Bantul. Butuh waktu 35 menit dengan jarak tempuk 19 km untuk sampai di sana, jika berangkat dari kampus UIN Sunan Kalijaga melalui rute jalan Parangtritis.

Ada sebuah gang di sebelah kiri jalan parangtritis dengan bangunan gapura berpatung sekor burung. Sekitar 100 meter dari gang tersebut terdapat plang tebal berwarna biru muda kehitam-hitaman bertuliskan FPDB, Forum Peduli Difabel Bantul: Melayani perbaikan alat bantu kursi roda, las argon (alumunium dan staenlis), las acetylen, las listrik, bubut dan roll besi. Di bawahnya tertera alamat dan nomor yang bisa dihubungi.

Pada kamis siang (9/11), persis di belakang plang berjejer empat motor yang sudah dimodifikasi milik beberapa anggota FPDB yang diparkir di depan halaman rumah kesekretariatan FPDB yang menghadap ke timur.

Yulianto duduk sambil memangku notebook di beranda rumah. Di sampingnya, Siti sedang menatap layar ponsel. Di dalam rumah, Dalari, Sutiyono, dan Kamiri tengah sibuk memotong-motong karton berukuran lebar menjadi kecil berbentuk segi empat untuk membuat mainan edukasi berupa puzzel. Rumah yang dijadikan sekretariat tersebut disewa oleh FPDB dari seorang warga di kampung tersebut yang kebetulan tidak dihuni oleh pemiliknya.

Yulianto, ketua FPDB menyambung obrolan. Ia menjelaskan modal sewa dan pengadaan alat-alat bengkel berawal dari seorang wartawan dari salah satu media nasional pada penghujung 2013, tepatnya usai perayaan Hari Difabel internasional (HDI). Wartawan tersebut menginformasikan keberadaan dan aktivitas mereka, hingga informasi tersebut sampai ke istana negara.

Yuli menceritakan pihaknya mendapat informasi dari staf presiden bahwa FPDB masuk dalam daftar kunjungan Jokowi ke Yogyakarta. Namun, kunjungan dibatalkan karena berbenturan dengan jadwal penerbangan pesawat komersil yang sebelumnya sudah dipesan presiden RI tesebut, untuk kembali ke Jakarta.

Selewat waktu, salah satu staf kepresidenan menghubungi Yuli untuk membuat sebuah proposal yang ditujukan kepada Preiden terkait konsep usaha yang akan dikembangkan. Hingga akhirnya, Yuli dan anggota FPDB lainnya, mengirimkan  proposal yang kemudian disetujui. “Kita akhirnya dapat dana Banpres (Bantuan Presiden) di tahun 2014. Dana itu yang kita gunakan untuk kebutuhan organisasi dan modal awal usaha.

Dampak positif dari informasi media juga menguntungkan mereka. Rerata pelanggan baik dari DIY dan luar pulau mengaku mengetahui FPDB dari internet. Keuntungan yang di dapat dari usahanya, dimasukkan dalam kas untuk mencukupi kebutuhan organisasi. “Kita manajemen betul itu,” tutur Siti, menyambung obrolan.

Sebelum itu, awal mula merintis bengkel perbaikan kursi roda, FPDB melakukan kerjasama dengan KARINA atau Caritas Indonesia wilayah Yogyakarta. Bentuk kerjasama dengan yayasan kemanusiaan milik Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) tersebut, memberikan subsidi 50 persen untuk setiap pelanggan bengkel yang berencana memperbaiki kursi rodanya. “Kerjasama itu berakhir sudah di tahun 2015 lalu,” kisah Yuli.

Usaha bengkel perbaikan kursi roda milik FPDB terus berkembang dan memperluas pelayanan dengan menyediakan jasa modifikasi motor roda tiga. Pelanggannya tidak hanya dari individu, tapi juga ada dari beberapa instansi, seperti pihak pengelola bandara Adi Sucipto. Mereka mendapat pesanan perbaikan kursi roda dari pihak bandara, yang biasa digunakan untuk transit penumpang yang berkebutuhan khusus.

“Selain itu, ada juga delapan unit kursi roda dari pihak pengelola wisata Borobudur yang diperuntukkan pengunjung yang membutuhkan” lanjut Siti, menambahi.

Sedangkan dua tahun terakhir ini, FPDB juga mengadakan kerjasama dengan Badan Pelaksana (Bappel) Jaminan Kesehatan Khusus (Jamkesus). Bentuk kerjasama berupa pelayanan jasa perbaikan dalam daftar layanan Jamkesus. Melalui layanan tersebut, para pengguna kursi roda bisa mengajukan klaim perbaikan ataupun mengganti baru.

Ide pelayanan perbaikan kursi roda muncul ketika Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) melakukan pendampingan komunitas di DIY pada 2015. Yuli, dan dua kawan lainnya dibawah inisiatif SIGAB mengadakan acara dengan mengundang, salah satunya Bappel Jamkesus sendiri untuk membahas mekanisme palayanan Jamkesus.

Di acara, ide tersebut diusulkan dan disambut baik pihak Bappel Jamkesus, meski baru direspon serius dua tahun kemudian. Hingga, kedua pihak sepakat untuk membuka pelayanan  perbaikan kursi roda tersebut di tahun depan. “Meski sudah ACC, tapi belum ada MoUnya” terang Siti.

Usaha bengkel kursi roda FPDB masih bertahan sampai sekarang. Bahkan merambah sampai memproduksi kerajinan mainan edukatif. Siti, berkata usaha yang sudah dilakukan harus terus berjalan untuk menghidupi dapur organisasi. Baginya, upaya tersebut bagian dari kerja-kerja advokasi dalam bentuk lain, yakni pemberdayaan.  “Setidaknya ya jadi ruang untuk menunjukkan kompetensi anggota FPDB, biar mandiri,” tutupnya.[Robandi]

The subscriber's email address.