Lompat ke isi utama
Leaflet sebagai ilustrasi Implementasi CRPD melalui layanan kursiroda

Sebuah Edukasi: OHANA Implementasikan Pasal 20 CRPD melalui Layanan Kursi roda

Solider.or.id.Yogyakarta. RABU (25/10/2017) pagi, Solider mengunjungi kantor Perhimpunan OHANA (Organisasi Harapan Nusantara) Indonesia, yang berada di Jalan Kaliurang KM 16, Kledokan, Umbulmartai, Ngemplak, Sleman. Hari itu merupakan agenda bagi Ohana untuk melakukan layanan kursi roda (seating clinic) bagi difabel di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah.Seating clinic dilakukan hampir setiap bulan. Layanan pagi itu merupakan layanan yang kesekian kalinya semenjak penandatanganan MoU dengan Global Mobility dan menempati kantor barunya pada 2016 di Jalan Kaliurang.

Perhimpunan OHANA merupakan organisasi berbasis advokasi, didirikan oleh Risnawati Utami pada 2012. Adapun konsentrasi advokasi dilakukan melalui sosialisasi implementasipasal-pasal dalam Konvensi Hak Penyandang Disabilitas (CRPD atau Convension on the Right of Person with Disability) pada tataran lokal maupun nasional. Memastikan bahwa semua orang dapat menikmati hak-hak hidup yang sama secara bermartabat, menjadi salah satu tujuan yang hendak dipastikan OHANA melalui gerakan advokasinya.

Terkait project layanan kursi roda (wheelchair) yang dilakukan Perhimpunan OHANA, kepada Solider, Rabu (25/10/2017), Executive Director Perhimpunan OHANA Indonesia, Risnawati Utami menyampaikan bahwa, layanan kursiroda tersebut merupakan sebuah contoh mengartikulasikan salah satu pasal dalam CRPD, yakni pasal 20 tentang Personal Mobility (Mobilitas Pribadi).

CRPD, ialah konvensi mengenai hak penyandang disabilitas yang diadopsi oleh PBB pada general assembly tanggal 13 Desember 2006, dan mendapatkan status legal penuh pada bulan Mei 2008. Bagi negara-negara yang telah meratifikasi konvensi PBB bertanggung jawab memastikan bahwa konvensi tersebut dilaksanakan. Bagi negara-negara yang telah menandatangani konvensi (ratifikasi), berkewajiban melaporkan setiap 4 tahun terkait pengimplementasian CRPD. Dalam hal ini Indonesia merupakan salah satu negara yang telah meratifikasi konvensi tersebut pada 18 Oktober 2011 melalui UU No. 19 Tahun 2011.

Meluruskan persepsi

Rabu pagi itu Risna bercerita bahwa selama ini layanan kursiroda yang dilakukan Perhimpunan OHANA simpang siur dipahami oleh masyarakat, bahkan di kalangan teman-teman gerakan atau organisasi. “Kebanyakan publik bahkan teman-teman organisasi berpikir bahwa OHANA merupakan organisasi yang memberikan layanan kursi roda. Itu salah,” jelas Risna.

Layanan kursiroda ini hanya sebuah contoh mengartikulasikan salah satu pasal CRPD. Yakni pasal 20 tentang mobilitas pribadi. Layanan ini hanya akan dilangsungkan dalam kurun waktu lima tahun (2016-2021). Dengan demikian setelah lima tahun, OHANA akan mengimplementasikan pasa-pasal lain dalam CRPD.

Pemilihan pasal 20 CRPD diimplementasikan untuk yang pertama kali pun bukan tanpa alasan, kata dia. Ohana saat ini hendak mempromosikan produk alat bantu (assistive product) berteknologi tinggi susai kebutuhan.Yaitu kursiroda untuk berolahraga yakni wheelchairsportGM Active dan Rough Rider. Kursi roda untuk memperbaiki tingkat kerusakan tubuh atau correction devormity melalui Kids Complex Rehab wheelchair, serta kursi roda untuk aktivitas sehari-hari (Bumbleblee Active Chair).

Mengoptimalkan potensi organisasi difabel (DPO) lokal melalui pemberian training terkait jenis-jenis alat bantu kursiroda, bagaimana me-maintain-nya, memperbaiki, hingga berdirinya bengkel menjadi alasan berikutnya.

Menjawab pertanyaan Solider terkait keberlanjutan layanan kursi roda, Risna menandaskan bahwa layanan kursiroda adaptif harus sustain (berlanjut). Nantinya, layanan kursiroda akan menjadi layanan yang secara mandiri dilakukan pemerintah berjejaring dengan DPO lokal.

Akhirnya, secara makro Perhimpunan OHANA bergerak menciptakan sistem layanan kursi roda sesuai kebutuhan, di tingkat nasional maupun lokal. Memberikan kesadaran organisasi difabel, dan pemerintah bahwa layanan mobilitas pribadi menjadi hak seluruh warga, di mana pemenuhannya menjadi tanggung jawab negara. Setelah sistem terbangun, terang Risna, dengan sendirinya jaringan pun terbangun atas kesadaran bersama.

Project stimulan

“Sehingga tujuannya bukan sekedar memberikan layanan kursi roda, namun lebih tentang stimulasi dari upaya implementasi dan edukasi terhadap masyarakat dan pemerintah tentang kursi roda yang sesuai dengan kebutuhan.” Risna menegaskan kegiatan layanan kursiroda dalam project OHANA.

Yang perlu diketahui lagi, sesuai dengan penangatanganan perjnajian kerjasama (MoU) antara Ohana dan Global Mobility project ini hanya akan berlangsung selama lima tahun. Itulah mengapa project tersebut dikatakan sebagai percontohan implementasi dari pasal CRPD yakni pasal 20. Untuk MoU selanjutnya Ohana akan mengimplementasikan pasal-pasal lain CRPD, di antaranya pasal 25 (kesehatan), 26 (kemandirian hidup), 27 (pekerjaan dan lapangan pekerjaan).

Adapun outcome yang hendak dicapai melalui project lima tahun pertama ialah, membangun sistem layanan di seluruh Indonesia Timur, Tengah dan Barat. Selanjutnya aspek edukasi terhadap DPO lokal, pendirian bengkel, serta memajukan dan meningkatkan pemahaman masyarakat luas untuk mendukung partisipasi kemandirian kursi roda adaptif. Hingga adanya budgeting dari pemerintah dan sistem diadopsi pemerintah dalam skala nasional.

Menjawab tentang progres yang didapat, Risna mengutarakan bahwa, saat ini terdapat dua daerah yang sudah mengalokasikan anggaran. Dua daerah tersebut yakni Kabupaten Gunung Kidul pada alokasi tahun anggaran 2017, dan Kabupaten Temanggung pada alokasi tahun anggaran 2018.

DPO sebagai kunci

Membangun sistem layanan kursi roda adaptif, pengenalan produk, membuat training bagi DPO lokal, adanya bengkel kursi roda yang disuport pemerintah dan Ohana, tidaklah mudah. “Partisipasi DPO, dalam hal ini menjadi kunci,” tutur Risna.

Nantinya support pendirian bengkel dan training memberdayakan DPO lokal harus menjadi tanggung jawab pemerintah, baik pusat maupun daerah. Sistem tersebut akan mengantarkan kesadaran negara atas taggung jawab penyediaan alat bantu harus didukung melalui kebijakan pemerintah. Sehingga sistem nantinya dapat mencipta kemandirian dan membuka pasar.

Risna juga memaparkan bahwa upaya membangun sistem ini tidak mudah. Dia memulai pada tahun 2010, saat dirinya mendirikan Unit Cerebral Palsy (UCP).Terkait mengapa OHANA meng-create sistem, hal tersebut dikarenakan OHANA memiliki fasilitas penuh dari Kementerian Keuangan. Yakni melalui Peraturan Menteri Keuangan atau Permen Keu Nomor: 154/PMK/03/2010 ayat 1 pasal 3 angka (6). Setiap import kursirodadari Global Mobility Amerika kepada OHANA Indonesia bebas bea pajak alias freeofcharge, dari nilai pajak seharusnya tiap kontainer senilai 164 juta rupiah. (harta nining wijaya).

The subscriber's email address.