Lompat ke isi utama
kelompok mahasiswa sedang mempraktikkan cara kerja PiCirelet

PiCirclet, Inovasi Baru Desain Alat Bantu Baca Bagi Difabel Netra

Solider.or.id, Bandung -Tim Mahasiswa Institut Teknologi Bandung yang terdiri atas Muhammad Hilmi Asyrofi (Teknik Informatika 2015), Evan Febrianto (Teknik Elektro 2014), dan Gunanda Tiara Maharany (Desain Produk 2014) berhasil memenangkan lomba desain alat bantu difabel netra se-pulau Jawa dengan produk bernama PiCirclet yang diselenggarakan oleh Syamsi Dhuha Foundation (SDF) dalam memperingati World Sight Day 2017 (14/10).

PiCirclet ini merupakan sebuah inovasi baru desain alat bantu difabel netra yang berfungsi mengubah teks menjadi suara. Alat ini terdiri atas 3 komponen utama, yaitu headband/circlet, earphone, dan perangkat komputasi Raspberry Pi dengan menggunakan algoritma berupa neural network yang dapat membaca berbagai jenis huruf dengan akurasi tinggi, serta baterai universal berupa powerbank sebagai sumber daya sistem.

“PiCirclet bekerja dengan cara memindai gambar/objek yang dilakukan oleh kamera bersudut pandang luas untuk kemudian diolah menjadi teks oleh perangkat komputasi yang kemudian menghasilkan suara dan diperdengarkan melalui headset” tutur Evan, salah satu perakit alat tersebut dalam event World Sight Day yang digelar di Auditorium RSP Fakultas Kedokteran UNPAD Lt.2, Jl. Eyckman No.38, Bandung.

“Kegiatan kemarin ada 30 tim yang mendaftarkan diri, masing-masing terdiri atas 2-3orang anggota per tim. 26 tim telah menyerahkan desainnya, kemudian dipilih 8 tim finalis dengan mempertimbangkan kriteria penilaian sebagai berikut, (1) Manfaat produk untuk membantu aktivitas difabel netra, (2) Kemudahan, keamanan, kenyamanan saat menggunakan produk, (3) Bagaimana produk tersebut digunakan secara informatif dan mudah, (4) Kreativitas, bila produk tersebut adalah produk yang relatif baru ditawarkan atau perbaikan dari beberapa produk yang sudah ada, (5) Orisinalitas, kami menghargai karya tersebut sebagai karya inovasi, (6) Nilai ekonomis produk, (7) Kualitas produk, dan terakhir (8) Aspek kompetitif, keunggulan produk dibandingkan dengan produk-produk sejenis” ungkap DR. Nedina Sari, M.Sn (Ketua Prodi Desain Produk ITB), salah satu anggota tim juri dalam desain tersebut.

Laila Panchasari, manajer SDF mengatakan bahwa lomba ini merupakan yang pertama kalinya diselenggarakan oleh SDF, terbuka untuk umum, dan sementara hanya terbatas bagi peserta di wilayah pulau Jawa saja. Proses publikasinya pun terbilang cukup singkat yakni  akhir Juli  2017 dengan 30 peserta pendaftar dalam 3 minggu, namun hanya 26 peserta yang mengirimkan desainnya, yang kemudian diseleksi kembali menjadi 3 pemenang yakni juara ke 3 dari SMAN Unggulan MH. Thamrin, Jakarta (Stormer: dompet yang dapat membedakan pecahan uang kertas), juara ke 2 dari Kolaborasi mahasiswa Desain Produk dan Teknik Elektro ITB (iStick: tongkat dengan sensor untuk pendeteksi penghalang, panas, dan genangan air), serta juara ke 1 dari kolaborasi mahasiswa Teknik Elektro, Teknik Informatika, dan  Desain Produk ITB (PiCirclet : alat bantu baca).

Ia pun menyebutkan bahwa dewan juri dalam lomba desain alat bantu difabel netra ini terdiri atas : DR. Nedina Sari, M.Sn (Ketua Prodi Desain Produk ITB), DR. Hasballah Zakaria, M.Sc (Kepala Lab. Teknik Biomedika ITB), DR. dr. Andika Prahasta, SpM., M.kes (Kepala Dept. I Kesehatan Mata PMN RSM Cicendo, Bandung), dan Ir. Yana Raharja (Praktisi Kewirausahaan, alumni Teknik Elektro ITB).

“Tidak ada kategori hi-tech atau kategori apa. Pemilihan produk ini dilihat dari apakah alat ini merupakan kebutuhan masyarakat luas atau hanya untuk kalangan tertentu saja. Harapannya kelak alat ini bisa terjangkau oleh semua golongan yang membutuhkan alat tersebut” imbuhnya.

Ia pun berharap dapat menyempurnakan produk yang masih berupa prototype ini dengan menggandeng berbagai instansi, sehingga kelak dapat diproduksi secara massal dan harganya pun terjangkau.

“Teknologi sangat berperan penting bagi difabel netra, karena dengan adanya teknologi dapat mempermudah banyak hal, mempermudah kegiatan termasuk mobilitas, membaca, dan seterusnya. Seperti yang anda lihat tadi, dengan teknologi saya bisa membaca tanpa dibacakan orang lain, termasuk akses internet. Pokoknya dengan adanya teknologi itu sangat membantu” ujar Dr. Didi Tarsidi, M.Pd., seorang difabel netra yang berprofesi sebagai dosen PKh Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung yang juga bertugas sebagai salah satu konsultan di bidang IT dalam perhelatan World Sight Day 2017 tersebut. (Maya Almee)

The subscriber's email address.