Bakpia, Peluang Usaha Difabel
Solider.or.id, Yogyakarta- Sejumlah 30 orang difabel kota Yogyakarta mengikuti pelatihan membuat bakpia, di produsen dan toko Bakpia Soemadigdo, Jl. Brigjend Katamso Yogyakarta. Mereka terdiri dari empat difabel tuli, seorang difabel low vison, seorang difabel mental retardasi dan 24 lainnya adalah difabel daksa.
Pelatihan yang diselenggaran oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Yogyakarta tersebut mensyaratkan usia minimal 35 tahun, serta difabel merupakan penduduk kota Yogyakarta. Setelah selesai pelatihan, mereka akan mendapatkan bantuan alat untuk memproduksi bakpia. Aryanto, pegelola Bakpia Soemadigdo mengutip pernyataan Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Yogyakarta.
“Pelatihan akan dilangsungkan selama empat hari, telah dimulai sejak Rabu, 28/10 dan akan berakhir pada Sabtu, 31/10. Dua hari pelatihan secara teori telah terlaksana di Hotel Rosalia Indah, Umbulharjo, dilanjutkan dengan praktik selama dua hari di sini, di Bakpia Soemadigdo.” Lanjut Aryanto pada Solider, Jumat (30/10).
Aryanto menuturkan bahwa, pelatihan ini merupakan salah satu wujud kepedulian Produsen Bakpia Soemadigdo terhadap keberadaan masyarakat difabel kota Yogyakarta dalam memberdayakan dan memandirikan mereka. “Bagi saya, usaha yang baik dan berhasil adalah ketika bermanfaat bbagi masyarakat luas,termasuk di dalamnya masyarakat difabel,” ungkap pengelola dan pemilik Bakpia Soemadigdo tersebut.
Di akhir bincang-bincang dia juga mengatakan bahwa Bakpia Somadigdo tidak menutup kemungkinan merekrut karyawan difabel, dengan ketentuan dan syarat dapat mencetak bakpia sesuai standar dan cepat. “Kami tidak akan memandang difabilitasnya, mereka semua sama, mereka semua mampu dan berdaya sebagaimana yang non-difabel,” kata Aryanto.
Pelatihan Alternatif bagi Difabel Netra
Satu diatara 30 peserta pelatihan tersebut adalah Tuti, difabel low vision. Menurutnya pelatihan membuat bakpia merupakan satu pelatihan yang cukup cocok bagi dirinya dan difabel netra, low vison pada khususnya. “Difabel low vision mengalami kendala mobilitas, jadi dengan pelatihan ini kami tidak harus banyak mobilitas. Jadi cocok bagi kami. Demikian tutur Tuti, yang diamini oleh para peserta lainnnya.
“Saya bekerja mengandalkan perasaan dan sentuhan. Pelatihan membuat bakpia merupakan salah satu bentuk pelatihan alternatif selain massage, yang selama ini diterapkan terhadap difabel netra seperti kami,” lajut Tuti di sela-sela praktek membuat bakpia.
Berharap Pelatihan Peternakan
Sedangkan Suharyono, peserta pelatihan yang kehilangan satu tangannya mengatakan, bahwa buat dirinya pelatihan tersebut tidak cocok. “Dengan satu tangan saya tidak bisabekerjacepat dan baik. Harapan saya akan pelatihan beternak ayam atau itik, karena itu lebih cocok dengan kondisi kedifabilitasan saya,” ungkapnya.