Lompat ke isi utama

Agenda Konferensi Masyarakat Sipil Yogyakarta

AGENDA

Konferensi Masyarakat Sipil Yogyakarta, 25 – 26 Februari 2015

“Masyarakat Sipil dan Penguatan Demokrasi Inklusif”

 

Hari Pertama  : Rabu, 25 Februari 2015

08:00 – 09:00

Registrasi peserta

09:00 – 09:30

Pembukaan

09:30 –  10:00

Rehat  Pagi

10:00 – 12:00

Seminar Nasional :

Penguatan Peran masyarakat sipil sebagai landasan terwujudnya keadilan sosial dan inklusifitas di Yogyakarta”

Banyak hal yang telah dilakukan oleh masyarakat sipil dalam mendorong penguatan demokrasi dan pemenuhan HAM. Namun, sudahkah  hak rakyat terpenuhi?  Seminar ini akan menjadi wadah berbagi tentang respon Negara atas dorongan masyarakat sipil dalam memenuhi hak warganya.

Coffee Break

Moderator : Tri Wahyu KH - ICM

Pembicara:

  1. Mohammad Sobary:  “Evaluasi Peran Masyarakat Sipil ”
  2. Dr. Busyro Muqoddas, SH, MH : “Peran masyrakat Sipil  dalam pemberantasan korupsi dan  Pemenuhan Hak Ekosob “
  3. Suharto Alfatih, SS,  M.A., :  “Peran Difabel dalam Agenda Masyarakat sipil dan Penguatan Demokrasi”

12:00 – 13:00

ISHOMA

13:00 – 15:00

Sharing hasil Konferensi Nasional Masyarakat Sipil   yang dilaksanakan di Jakarta  tanggal : 25-26 November 2014

15:00 – 15:30

Rehat  Sore

15:30 – 17:30

DISKUSI TEMATIK I

 

Diskusi tematik I: Refleksi Pelaksanaan PEMILU 2014

Dalam setiap akhir proses penyelenggaraan Pemilu, tidak hanya diharapkan hasil yang  berupa data administratif, dokumentasi maupun informas penyelengaaraan berjalan  lancar, sukses dan memenuhi target partisipasi pemilih.

Untuk mewujudkan penyelenggaraan Pemilu yang lebih berkualitas selain perlu disusun sistem hukum penyelenggaraan Pemilu  yang sedapat mungkin menyesuaikan diri dengan prinsip-prinsip HAM dan demokrasi yang bersifat universal maupun dalam lingkup lokal. Pemilu juga seyogianya diselenggarakan oleh badan yang bersifat independen, netral dan objektif. Selain itu penyelenggaraan Pemilu yang berkualitas tinggi hanya dapat dicapai jika memenuhi tiga syarat yaitu legitimeit, akuntabel dan representatif termasuk dalam hal ini adalah partisipasi  warga negara dari kalangan KELOMPOK RENTAN.

Sudahkah PEMILU 2014 menoreh hasil yang kita harapkan bersama ?

Fasilitator : Nuning Suryatiningsih ( CIQAL)

Pemantik  diskusi :

  1. Hamdan Kurniawan, S.IP., M.A. ( KPU DIY) :  Penyelengaraan Pemilu 2014 , sudahkah merupakan “Pemenuhan Kewajiban atau Pemenuhan Ham “ ?
  2. Masduki ( Koalisi Pemilih Kritis) “Kelompok Rentan menjadi pemilih kritis , antara Hak , Kewajiban dan Pengakuan“
  3. Ishak Salim (Sigab) “Hasil Pemantauan Pemilu 2014”

 

Diskusi Tematik II : Politik Anggaran Berbasis  Hak Masyarakat

Kebijakan anggaran merupakan bentuk kebijakan publik paling konkret. Ia merupakan kebijakan yang bisa diukur dan dinilai bahkan secara kuantitatif. Anggaran merupakan alat untuk memenuhi kewajiban negara dalam menghormati-melindungi-memenuhi hak asasi manusia. Namun sediaan sumber daya berupa anggaran selama ini digerogoti oleh korupsi. Akibatnya derajat pemenuhan hak asasi manusia warga negara pun tidak mencapai tingkat yang paling optimal. Manfaat anggaran untuk kelompok rentan digerus oleh korupsi. Bahkan ketika kerangka acuan ini ditulis, pemberantasan korupsi sedang berada di titik paling terancam oleh pelemahan yang sistematis dan ditengarai dilakukan justru oleh lembaga penegak hukum.

Di saat yang bersamaan, ada undang-undang baru yang mendekatkan sediaan sumber daya kepada rakyat. UU Desa sudah berlaku dengan salah satu mandatnya adalah penyediaan dana desa.

Bagaimana pemberantasan korupsi dan berlakunya UU Desa bisa dioptimalkan sebagai sarana pemajuan hak asasi manusia warga negara Indonesia terutama kelompok rentan? Sesi diskusi tematik ini diharapkan bisa membagi rumusan rekomendasi bagi para pihak

Fasiltator : Valentina Sri Wijiyati (SATUNAMA)

  1. Zainal Arifin Mochtar (Direktur PUKAT UGM)* : Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi untuk Memajukan Pemenuhan Hak Asasi Manusia
  2. Ari Sujito (Institute for Research and Empowerment / IRE)* : UU Desa dan Peluang Pemajuan Hak Politik serta Hak EKOSOB Warga

 

 

Diskusi Tematik III:  Kriminalisasi dan Perlindungan Hukum

Konstitusi Republik Indonesia telah menjamin warga negara dalam pemenuhan hak berekpresi, berpendapat dan mendapatkan jaminan perlindungan yang sama di depan hukum.

Dalam perkembangan terkini,ada situasi dalam penegakan hukum yang malah melawan amanat konstitusi tersebut. Warga negara yang menyampaikan aspirasi, kritik atas situasi hak-hak ketenagakerjaan, atas  rencana pembangunan yg dipandang masyarakat akan merampas lahan pertanian yg menghidupi mereka dan berpotensi merusak lingkungan malah diancam dan rentan dengan situasi kriminalisasi. Seringkali aparat hukum lebih cepat menahan dan memproses hukum kasus kriminalisasi masyarakat dan pegiat lingkungan tersebut dibanding tersangka korupsi. Sehingga ada pandangan sinis di masyarakat, hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas.

Minimnya upaya perlindungan hukum oleh negara terhadap masyarakat juga terjadi terhadap komunitas difabel yang berhadapan dengan hukum. Meski kita sudah meratifikasi Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas melalui UU 19/2011, masih banyak aturan hukum terkait perkara dan penanganan perkara (misal : KUHP dan KUHAP) yang belum memasukkan perspektif perlindungan bagi difabel.Yang berdampak cukup banyak kasus difabel berhadapan dengan hukum belum memenuhi rasa keadilan dan perlu mendapat perhatian luas dari publik.

Pemantik Diskusi:

  1. Moh Syafi'ie (SIGAB): Situasi perlindungan Hukum Komunitas Difabel
  2. Samsudin Nurseha (LBH Yogyakarta) :Situasi kriminalisai dan peran Advokasi Public ke depan

Hasil akhir dari diskusi adalah tersusunnya rekomendasi berbasis fakta dan strategi advokasi bersama atas isu tersebut.

 

Diskusi tematik  IV :  Aksesibilitas layanan dan fasilitas publik di Indonesia

Aksesibilitas layanan dan fasilitas publik di Indonesia masih tergolong rendah. Padahal tak sedikit kebijakan di negeri ini yang sudah mengatur soal aksesibilitas publik. Ratifikasi Konvensi Hak Difabel pada tahun 2011 adalah salah satu pondasi aturan yang mengatur soal aksesibilitas tersebut. Ada pula sejumlah aturan pelaksanaannya di berbagai sektor pemerintahan yang sudah mengaturnya. Jika seperangkat regulasi itu dijalankan secara konsisten sejak awal, maka seluruh bangunan publik dan lingkungan pada umumnya sudah menerapkan prinsip Desain Universal dan warga negara tanpa kecuali akan dapat mengakses layanan dan fasilitas publik tanpa kesulitan. Di Yogyakarta, Lebih dua tahun lalu, pemerintah mengesahkan Perda No. 4/2012 Tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Langkah ini tergolong progresif dalam kaitannya dengan memperhatikan kepentingan warga difabel. Namun, aturan tetap membutuhkan sikap konsistensi dari pemerintah dalam menjalankannya. Jika tidak, maka fasilitas publik dan tata ruang kota akan tetap jauh dari standar aksesibilitas yang sudah ditetapkannya. Ada banyak contoh yang dapat diamati, misalnya trotoar. Apakah trotoar yang ada mudah digunakan oleh pengguna kursi roda baik oleh warga difabel maupun warga jompo dan warga rentan lainnya seperti perempuan dan anak-anak? Apakah taman-taman kota aksesibel bagi berbagai jenis kendaraan dan “kaki” di Yogyakarta?

Untuk itu, membicarakan kembali Konsep dan Praktik ‘Universal Design’ pada ruang dan bangunan publik berikut model pelayanannya perlu dilakukan lagi dan bahkan harus diwacanakan secara serius. Dalam konferensi Masyarakat Sipil ini, ”Aksesibilitas dan Tata Ruang” akan diangkat dengan 4 bahasan utama: Tata ruang dan dampak pembangunan hotel-hotel dan Tata Kelola Ruang di Yogyakarta, Pelaksanaan Perda No. 4/2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, dan Partisipasi Masyarakat Sipil dalam penyusunan kebijakan dan pembangunan fasilitas publik, tata ruang kota. Hasil diskusi akan menjadi rekomendasi dan strategi advokasi bersama terkait Aksesibilitas Bangunan Fasilitas Publik dan Tata Ruang Kota

Fasilitator : Purwanti (SIGAB)

Pemantik Diskusi :

  1. Elanto Wijoyo ( Warga Berdaya ) Tema : Tata ruang dalam konteks lingkungan.
  2. Wijang  (CUDD UGM ) tema :Universal Desain dan Standart Aksesibilitas Fasilitas Publik

 

Diskusi tematik V: Intoleransi dan Kekerasan

Konflik dan kekerasan atas dasar agama maupun etnis masih menghantui sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini menunjukkan menguatnya identitas kelompok tertentu di satu sisi dan melunturnya identitas kebangsaan di sisi lain. Kita bisa bertanya, “mengapa negara Indonesia yang konstitusinya demikian apik mengatur Hak Asasi Manusia bahkan telah meratifikasi Konvensi HAM justru seperti tak berdaya menangani intoleransi sebagian warganya. Namun tentu ada sejumlah faktor yang tidak bisa sekadar dipandang dari satu pendekatan utama, semisal pendekatan keamanan. Menguatnya sikap dan prilaku intoleran bahkan konflik berbasis agama, kepercayaan, etnis dll tentu mesti dipandang dari banyak perspektif. Salah satu sudut pandang itu dapat berasal dari Masyarakat Sipil yang selama ini bergelut dalam upaya membangun ‘perekat-perekat’ perbedaan. Sebutlah peran The Wahid Institute, Setara Institute, Yayasan LKiS, Dian Interfidei, ANBTI dan lain-lain. Bahkan di Yogyakarta Organisasi Masyarakat Sipil berdiri Masyarakat Anti Kekerasan Yogyakarta (MAKARYO). Bagaimana formulasi strategi baru dalam konteks menciptakan perdamaian dan toleransi di Indonesia, konferensi ini menjadi ruang untuk membangun perspektif alternatif dalam melihat perbedaan dan interaksi antar warga negara. Ada banyak hal tentunya yang akan muncul dalam bahasan diskusi, namun setidaknya ada dua hal yang patut dipertimbangkan: [1] Strategi untuk mendorong penegak hukum dalam upaya menjaga keamanan dan kenyamanan kehidupan demokrasi, dan [2] Penguatan masyarakat dalam hal mebangun Toleransi.

Fasilitator : Hefizen (LKIS)

Pemantik Diskusi :

  1. Kyai Muhaimin  (FUB ): Peran FUB dan forum kewaspadaan dini masyarakat DIY dalam menjaga Toleransi di Yogyakarta
  2. Beny Susanto ( Makaryo) : Potret Intoleransi di Yogyakarta

 

 

Diskusi Tematik VI: implementasi Jaminan Social – Jaminan kesehatan di Indonesia

Pada tahun 2019, melalui kebijakan sistem jaminan sosial nasional (SJSN) Indonesia mentargetkan tercapainya universal coverage yaitu seluruh warga Negara Indonesia harus terjamin melalui skema tersebut. Namun, banyak catatan kritis yang perlu menjadi bahan diskusi dalam implementasiannya. Di antaranya soal pelayanan yang masih buruk, serta pendataan, kepesertaan dan prosedur yang seringkali menyulitkan bagi kelompok rentan.

Di Yogyakarta, dengan semangat keberpihakan bagi warga difabel, telah diberlakukan  PERDA No. 4  tahun 2012 yang salah satu turunannya adalah PERGUB No.51 tahun 2013  tentang  Sistem Penyelenggaraan  Jaminan Kesehatan Khusus bagi Difabel. Jika sudah diterapkan, maka setiap difabel di Yogyakarta seharusnya sudah terjamin hak mereka atas pembiayaan dan layanan kesehatan melalui skema ini. Namun demikian, meski sudah 2  tahun disahkan, PERDA tersebut tak kunjung terimplementasi.

Fasilitator: M. Syamsudin

Pemantik diskusi:

  1. Ro’fah, PHd (PLD UIN Sunan Kalijaga): JAMKESUS, status Implementasinya dan peluang pemanfaatannya oleh difabel
  2. Muttaqin (KPMAK UGM): Status Implementasi JKN dan keberpihakan bagi masyarakat rentan

Hasil akhir dari diskusi ini adalah tersusunnya rekomendasi dan strategi advokasi bersama atas isu tersebut.

 

 

Diskusi tematik VII: Keberpihakan Media terhadap Kepentingan Masyarakat Rentan

 

Tidak ada media yang netral. Jika ada media yang berseloroh mengatakan medianya adalah media netral, independen, dan tidak berpihak pada pihak manapun, media tersebut malah tidak lumrah. Media mainstream kita memang berpihak, tapi masih berpihak pada kepentingan pemilik media dan partai politik. Tengok saja pelaksanaan dua Pemilu tahun 2014 lalu, media kita menjadi alat propaganda penguasa untuk mendapatkan suara.

Lalu di manakah tempat isu-isu masyarakat rentan dalam media mainstream kita? Isu-isu masyarakat rentan seperti kedaulatan petani, intoleransi keyakinan, difabel, kekerasan terhadap perempuan, LGBT, buruh jarang menjadi halaman utama Koran atau tayang di prime time siaran televisi. Masyarakat rentan yang sering menjadi korban kekerasan Negara belum juga dilirik oleh media mainstream, padahal menurut Bill Covach idealnya, media seharusnya loyal terhadap kepentingan warga. Apa yang terjadi dengan media mainstream kita? Mengapa konglomerasi media dan orientasinya ke pemasang iklan masih membelenggu? Di mana letak isu masyarakat sipil dalam media kita?

Fasilitator: Brita Putri ( Solider –SIGAB)

Pemantik diskusi:

  1. Hendrawan (Aliansi Jurnalis Independen, Yogyakarta): Media mainstream dan keberpihakannya terhadap isu masyarakat sipil
  2. Dhyta Caturani (project Officer Engagemedia, Jakarta):  Media alternative corong isu masyarakat sipil

Hasil akhir dari diskusi ini adalah tersusunnya rekomendasi dan strategi advokasi bersama atas isu tersebut.

 

Hari Kedua : Kamis, 26 Februari 2014

08:00 – 08:30

Registrasi peserta

08:30 – 10:00

Lanjutan diskusi tematik

 

Diskusi Tematik  I  : Refleksi Pelaksanaan PEMILU 2014

Diskusi Tematik  II : Politik Anggaran Berbasis Hak Masyarakat

Diskusi Tematik  III : Kriminalisasi dan Perlindungan Hukum

Diskusi Tematik  IV : Aksesibilitas layanan dan fasilitas Publik di Indonesia

Diskusi Tematik  V : Intoleransi dan Kekerasan

Diskusi Tematik   VI : Implementasi jaminan social – Jaminan kesehatan di Indonesia

Diskusi tematik  VII : Keberpihakan Media terhadap Kepentingan Masyarakat Rentan

10:00 – 10:30

Rehat Pagi

10:30 – 12:00

Diskusi tematik: Pendalaman dan Penyusunan rekomendasi dan rencana advokasi

12:00 – 13:00

ISHOMA

13:00 – 15:30

Dialog Warga:  Sharing hasil rekomendasi dengan pemerintah dan stakeholders terkait.

15.30  - 16.00

Rehat Sore

16:30 -  17.00

Penutupan

 

 

The subscriber's email address.