Panduan Hukum: Difabel Berhadapan dengan Kasus Pembunuhan #1
Tindak pidana pembunuhan termasuk bagian kejahatan terhadap nyawa, yang artinya adalah barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun[1].
Penjelasan sederhana terhadap pasal ini adalah bagi siapa saja yang dengan sengaja merampas nyawa orang lain, patut diduga bahwa orang itu telah melakukan pembunuhan dan pembunuhan tersebut bisa dilakukan dengan cara apapun. Maka orang yang diduga melakukan pembunuhan tersebut diancam dengan hukuman penjara selama lima belas tahun.
Menurut hukum, ada beberapa macam pembunuhan, pembunuhan tersebut dibedakan karena :
- pembunuhan dilakukan dengan tidak berencana
- pembunuhan dilakukan dengan berencana
- Aborsi
Ancaman hukuman dalam pembunuhan tidak berencana lebih ringan ketimbang pembunuhan yang dilakukan secara berencana. Pembunuhan berencana akan diancam dengan hukuman paling berat yakni ancaman hukuman mati sebagaimana yang diatur dalam Pasal 340 KUHP.
Langkah-langkah yang harus dilakukan jika difabel ada keluarganya yang menjadi korban tindak pidana pembunuhan :
- Ketika difabel ada keluarganya yang menjadi korban tindak pidana pembunuhan, maka mintalah pendampingan hukum ke lembaga bantuan hukum terdekat atau lembaga yang mau memberikan pendampingan secara sukarela atau meminta pendampingan kepada kantor pengacara. Beberapa langkah yang harus dilakukan jika meinginkan bantuan hukum :
- Datanglah ke lembaga yang mau memberikan jasa bantuan hukum.
- Ceritakanlah apa yang difabel alami tanpa harus berbohong atau menutup-nutupi sesuatu.
- Mintalah pendapat hukum mengenai persoalan yang alami.
- Sampaikanlah keinginan difabel agar lembaga bantuan hukum atau kantor pengacara tersebut mau menjadi penasihat hukum bagi difabel untuk mendampingi selama proses peradilan secara sukarela.
- Jika lembaga bantuan hukum tersebut bersedia menjadi penasihat hukum bagi difabel, maka difabel harus membaca surat kuasa yang dibuat oleh penasihat hukum dan harus menandatanganinya sebagai pemberi kuasa dan penasihat hukum sebagai penerima kuasa.
- Surat kuasa adalah surat yang isinya memuat identitas pemberi kuasa dan penasihat hukum sebagai penerima kuasa dan untuk hal apa saja pemberi kuasa memberikan kuasa kepada penasihat hukum tersebut serta tanggal dan tanda tangan antara pemberi kuasa dan penerima kuasa
- Surat kuasa tersebut berakhir saat kuasa yang diberikan oleh pemberi kuasa sudah dijalankan oleh penerima kuasa atau surat kuasa tersebut bisa diakhiri dengan cara dicabut oleh pemberi kuasa dengan alasan tidak puas atau kecewa dengan kinerja penerima kuasa selaku penasihat hukum
- Jika difabel merasa tidak membutuhkan pendampingan penasihat hukum, maka difabel yang keluarganya menjadi korban dapat menempuh upaya hukum pelaporan secara sendirian atau bisa didampingi oleh keluarga, saudara atau teman.
- Dalam kasus pembunuhan, sebenarnya tidak melapor ke kepolisian pun tidak apa-apa, karena jika terjadi peristiwa pembunuhan sudah menjadi kewajiban bagi polisi untuk melakukan penyelidikan tanpa harus menunggu laporan keluarga korban
- Jika polisi tidak mengetahui perihal telah terjadinya suatu peristiwa pembunuhan, maka laporkanlah tentang apa yang yang dialami kepada kepolisian selaku penyelidik di unit sentra pelayanan kepolisian terpadu (SPKT) di kantor kepolisian sektor (POLSEK) atau kepolisian resor (POLRES) atau kepolisian daerah (POLDA) tempat peristiwa tersebut terjadi.
- Laporan tersebut bisa disampaikan secara lisan maupun tertulis oleh keluarga korban maupun oleh orang lain seperti teman korban.
- Dalam kasus pembunuhan, keluarga korban bisa meminta penyidik untuk melakukan otopsi atau bedah mayat biar penyebab pembunuhan diketahui secara medis
- Pada saat difabel sudah berada di Unit SPKT, sampaikanlah identitas difabel sebagai pelapor dan sampaikanlah rangkaian peristiwa yang ketahui saja seperti :
- Kapan peristiwa yang dilaporkan tersebut terjadi
- Di mana peristiwa yang dilaporkan tersebut terjadi
- Siapa pelaku (terlapor) dalam peristiwa tersebut
- Siapa saja orang-orang yang melihat peristiwa tersebut
- Siapa korbannya
Kalaupun difabel yang tidak bisa melihat, tidak bisa menyampaikan siapa orang yang diduga melakukan tindak pidana tersebut, tidak menjadi persoalan. Karena tugas penyelidik lah yang harus mampu mencari tahu siapa pelakunya dalam peristiwa tersebut.
- Laporan dan Pengaduan adalah Hak dan kewajiban bagi setiap warga negara, jika kepolisian dalam hal ini penyelidik menolak laporan seseorang, maka tindakan penolakan tersebut dapat dilaporkan kepada Divisi Profesi dan Pengamanan POLRI di masing-masing Polres atau Polda, guna penyelidik yang melakukan penolakan laporan tersebut diberikan sanksi etik atau disiplin.
- Setelah menyampaikan semua tentang peristiwa yang dialami dalam laporan, maka karena tugas dan kewajibannya penyelidik menerima laporan dan memberikan surat tanda penerimaan laporan (STPL) atau surat tanda bukti lapor (STBL) kepada pelapor.
- Setelah penyelidik memuat laporan difabel dalam bentuk surat (STPL atau STBL), maka bacalah kembali isi laporan tersebut atau minta dibacakan mengenai apa yang tertuang dalam surat tersebut, setelah dibaca dan dianggap sesuai dengan apa yang telah difabel sampaikan maka tandatanganilah surat tersebut (STPL atau STBL) dan setelah ditandatangani maka pelapor berhak menerima surat tersebut (STPL atau STBL) sebagai bukti bahwa difabel telah melaporkan secara resmi kepada kepolisian
- Setelah mendapatkan STPL atau STBL, maka pelapor akan dimintai keterangan sebagai saksi oleh penyelidik pada hari saat pelaporan dilakukan atau hari berikutnya.
- Pada saat dimintai keterangan, tunjuklah seseorang untuk menjadi penterjemah bagi yang tidak bisa mendengar, tidak bisa berbicara, tidak bisa menulis agar membantu dalam menyampaikan keterangan.
- Pada saat dimintai keterangan (diperiksa), sampaikanlah keterangan tentang apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dan dialami mengenai peristiwa yang dilaporkan sebelumnya. tidak perlu menyampaikan keterangan yang sendiri ragu atas keterangan yang mau disampaikan tersebut dan tidak perlu menyampaikan keterangan yang mengada-ada.
- Pada saat dimintai keterangan (diperiksa), perhatikanlah dengan seksama pertanyaan dari penyelidik dan jawablah pertanyaan tersebut apa adanya sesuai dengan apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan dialami. Jika tidak paham terhadap pertanyaan penyelidik, maka mintalah penyelidik untuk menyampaikan kembali pertanyaannya dengan bahasa yang mudah dimengerti
- Pada saat dimintai keterangan (diperiksa), serahkanlah beberapa barang bukti yang dimiliki pelapor atau saksi kepada penyelidik dan mintalah berita acara penyerahan tersebut sebagai bukti bahwa barang bukti sudah dalam penguasaan aparat penegak hukum.
Catatan : barang bukti adalah barang yang dijadikan alat untuk melakukan kejahatan pembunuhan, atau barang yang didapatkan dari hasil kejahatan pembunuhan
- Keterangan yang disampaikan seorang saksi akan dimuat dalam berita acara pemeriksaan yang apabila pemeriksaan terhadap saksi tersebut telah dianggap selesai, penyelidik harus meminta kepada saksi agar memeriksa kembali antara keterangan yang disampaikan dengan keterangan yang telah dimuat dalam berita acara pemeriksaan tersebut, jika keterangan yang disampaikan saksi dengan keterangan yang termuat dalam berita acara pemeriksaan dianggap sesuai, maka tandatanganilah berita acara pemeriksaan tersebut.
Catatan :
Cukup sering penyelidik memasukkan keterangan palsu atau memalsukan keterangan, oleh karenanya saksi harus juga aktif memeriksa berita acara pemeriksaan tersebut sebelum ditandatangani.
- Setelah menyampaikan keterangan sebagai pelapor yang menjadi saksi. Maka penyelidik akan meminta keterangan kepada saksi lainnya guna menemukan 2 alat bukti yang sah sebagai dasar ditetapkannya seseorang sebagai tersangka
- Setelah keluarga korban melapor, lalu menyampaikan keterangan kepada penyelidik/penyidik, penyelidik/penyidik akan mencari alat bukti lain yang sah dan melimpahkan berkas perkara tersebut kepada jaksa penuntut umum agar bisa diproses di pengadilan setempat. Oleh karenanya selama proses penyelidikan-penyidikan-pelimpahan ke jaksa penuntut umum-pelimpahan ke pengadilan negeri setempat, keluarga korban atau pelapor atau saksi berhak mengajukan permohonan ke penyelidik atau penyidik, mengenai pemberitahuan dan perkembangan hasil penyidikan atau yang sering disebut permohonan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP). Permohonan SP2HP ini harus diajukan oleh keluarga korban atau pelapor atau saksi agar mengetahui sejauh mana proses hukum yang telah dilakukan oleh penyelidik atau penyidik.
- Pada saat berkas perkara yang dilaporkan sudah dilimpahkan ke pengadilan, maka pada saat sidang dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi, keluarga korban akan diperiksa terlebih dahulu sebagai saksi, maka saat sudah ada surat panggilan dari jaksa penuntut umum untuk bersaksi di persidangan, keluarga korban harus datang memenuhi panggilan tersebut.
- Setelah pemeriksaan selesai, keluarga korban bisa pulang kembali ke rumah.
- Setelah berkas perkara tersebut sudah selesai diperiksa oleh pengadilan secara keseluruhan, maka pengadilan akan memberikan putusan.
- Setelah putusan dibacakan, keluarga korban berhak mengajukan kepada ketua pengadilan negeri untuk mendapatkan salinan putusan tersebut
- Jika keluarga korban merasa putusan pengadilan tidak memberikan keadilan, maka keluarga korban bisa memohon kepada jaksa penuntut umum untuk melakukan upaya hukum atas putusan pengadilan negeri tersebut
[1] Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)