Lompat ke isi utama

Panduan Hukum: Apa perbedaan antara tersangka, terdakwa dan terpidana?

Oleh: Sarli Zulhendra, S.H

 

Perbedaannya adalah kalau tersangka, berkas perkaranya masih dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian. Sementara terdakwa, berkas perkaranya dalam proses penyidikan sudah diselesaikan oleh penyidik dan pada saat dilimpahkan oleh penyidik ke jaksa penuntut umum dinyatakan berkas lengkap dan sesegera mungkin berkas tersebut dilimpahkan oleh jaksa penuntut umum ke pengadilan negeri setempat untuk diperiksa oleh pengadilan. Ketika pengadilan sudah mulai memeriksa berkas perkara tersebut maka status seorang tersangka berubah menjadi seorang terdakwa. Jika pemeriksaan berkas perkara tersebut sudah diselesaikan oleh pengadilan dan menurut putusan pengadilan[1] tersebut terdakwa terbukti dan bersalah melakukan tindak pidana maka status seorang terdakwa berubah menjadi seorang terpidana.

Untuk membuktikan seorang terdakwa telah melakukan tindak pidana dan bersalah, maka Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merumuskan ada 5 alat bukti sah yang bisa digunakan dalam proses peradilan pidana, yakni :

  1. Keterangan saksi

Berdasarkan Pasal 1 angka 27 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, menjelaskan bahwa keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuaannya itu. Contoh : seperti orang yang melihat suatu peristiwa pencurian

  1. Keterangan ahli

Berdasarkan Pasal 1 angka 28 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, menjelaskan bahwa keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Contoh : seperti keterangan ahli seorang dokter mengenai suatu luka yang dialami korban.

  1. Surat

Berdasarkan Pasal 187 Undan-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, surat dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah adalah :

  1. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialami sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu
  2. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung-jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan
  3. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya
  4. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain
  1. Petunjuk

Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana. sedangkan petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat, keterangan terdakwa. (Pasal 188 ayat 1 dan 2 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)

  1. Berdasarkan Pasal 189 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, menjelaskan bahwa keterangan terdakwa :
  1. Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.
  2. Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya
  3. Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri
  4. Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain

Kelima alat bukti di atas harus menjadi pedoman bagi semua aparat penegak hukum, khususnya bagi hakim yang memeriksa dan mengadili suatu perkara. Oleh karenanya Pasal 183 Undang-Undang Ri No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjelaskan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana, memberikan hukuman kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya. Artinya, untuk menghukum seseorang haruslah berdasarkan dua alat bukti yang sah dan ditambah keyakinan hakim, jika hakim telah mendapatkan dua alat bukti yang sah akan tetapi hakim tidak memiliki keyakinan yang kuat maka hakim tidak diperbolehkan menghukum seseorang.

 

[1] Putusan pengadilan yang dimaksud adalah putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Suatu putusan pengadilan dinyatakan telah berkekuatan hukum tetap jika para pihak (jaksa penuntut umum dan terdakwa) menerima putusan tersebut atau jika para pihak/salah satu menolak putusan tersebut dan terhadap putusan tersebut diajukan upaya hukum kasasi lalu terhadap upaya hukum kasasi tersebut lahirlah putusan kasasi.

The subscriber's email address.