Panduan Hukum: Apa itu Kekerasan Fisik?
Kekerasan Fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. (Pasal 6 Undang-undang No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga).
Orang yang mengalami kekerasan fisik, biasanya juga mengalami kekerasan psikologis dalam waktu yang sama. Sebelum melakukan kekerasan fisik, biasanya pelaku kekerasan lebih dahulu melakukan ancaman, bentakan, atau hal-hal lain yang membuat korban takut.
Beberapa contoh bentuk kekerasan fisik yang pernah terjadi misalnya memukul, menampar, menjambak, menendang, menusuk, membakar, menyabet, menyulut dengan rokok, melemparkan benda yang mengarah pada anggota tubuh korban, dan sebagainya. Kekerasan fisik tersebut bisa dilakukan baik dengan tangan kosong maupun dengan alat.
Kekerasan fisik pada dasarnya terbagi ke dalam kekerasan fisik ringan yang dapat menimbulkan cidera ringan, dan kekerasan fisik berat yang dapat menimbulkan cidera berat.
Cidera berat termaktub dalam pasal 90 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Disebutkan bahwa luka berat adalah:
- Penyakit atau luka yang tidak dapat diharapkan akan sembuh lagi dengan sempurna atau yang dapat mendatangkan bahaya maut;
- Senantiasa tidak cakap mengerjakan pekerjaan jabatan atau pekerjaan pencaharian;
Misalnya seorang pemain organ kehilangan jari tangannya sehingga tidak bisa lagi memainkan organ yang merupakan mata pancahariannya.
- Tidak dapat lagi memakai salah satu pancaindera;
Panca indera adalah penglihatan, pendengaran, penciuman, apa yang bisa dirasakan oleh lidah, dan apa yang bisa dirasakan oleh seluruh tubuh.
- Mendapat cacat besar;
Adanya perubahan menjadi buruk karena kehilangan atau kerusakan pada anggota tubuhnya, misalnya hidung teriris.
- Lumpuh (kelumpuhan);
Yaitu tidak dapat menggerakkan anggota tubuh.
- Akal tidak sempurna lebih dari empat minggu;
Pikiran terganggu dan tidak dapat berpikir normal selama lebih dari empat minggu.
- Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan.
Selain itu hal tersebut diatas, kekerasan fisik yang berakibat pada pingsannya korban juga dianggap sebagai kekerasan fisik berat.
Sedangkan cidera ringan adalah rasa sakit dan luka fisik yang tidak termasuk dalam ketegori berat diatas. Namun demikian, repitisi kekerasan fisik ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan berat.
KUHP mengenal istilah penganiaayaan yang diatur dalam pasal 351 KUHP. Penganiayaan bisa diartikan sebagai perbuatan dengan sengaja yang menimbulkan rasa tidak enak, rasa sakit atau luka, termasuk juga perbuatan dengan sengaja merusak kesehatan orang.
- Perbuatan yang menimbulkan rasa tidak enak misalnya: menyuruh anak berdiri di bawah terik matahari, mendorong orang hingga jatuh di comberan, dan sebagainya.
- Perbuatan yang menimbulkan rasa sakit, misalnya: mencubit, menampar, menempeleng, dan sebagainya;
- Perbuatan yang menimbulkan luka, misalnya: mengiris, menusuk dengan benda tajam, dan sebagainya.
- Perbuatan yang merusak kesehatan, misalnya: menyiram dengan air aki.
Ancaman Hukuman
Ancaman hukuman terhadap pelaku kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga diatur dalam pasal 44 UU No. 23 tahun 2004. Pada ayat (1) Pasal 44 ini disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga diancam dengan hukuman paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
Bila perbuatan itu mengakibatkan korban jatuh sakit atau luka berat maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). Hukuman bisa bertambah paling lama menjadi 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp. 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah) apabila mengakibatkan matinya korban.
Pasal 44 (4) menyebutkan bahwa ‘dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Dalam KUHP tidak mengenal istilah kekerasan dalam rumah tangga. Namun demikian pasal 356 KUHP memberikan ancaman hukuman lebih berat sepertiganya bagi pelaku penganiayaan, yang dilakukan kepada ibunya, bapaknya yang sah, isterinya, atau anaknya.
Oleh:
Vera Kartika Giantari, aktivis perempuan asal Solo.